Sabtu, 25 Februari 2012

Wakil Ketua DPR RI : Komitmen Kami Dengan PPDI Tidak Usah Diragukan Lagi


BREBES (PUSINFO PPDI - www.ppdi.or.id)

“Komitmen saya dengan PPDI tidak usah diragukan lagi. Saya teken kontrak politik sudah dua kali, yang pertama di Semarang, yang kedua di Gedung DPR RI. Kalau perlu cap jempol darahpun saya siap,” kata Wakil Ketua DPR RI Ir.H.Taufik Kurniawan, MM dalam penyelenggaraan acara yang bertajuk Serap Aspirasi Perangkat Desa yang dilangsungkan di Gedung Pertemuan Eks Kawedanan Bumiayu, Brebes Jawa Tengah, Rabu (22/2) kemarin.

Dalam acara yang dihadiri lebih dari 600 orang perangkat desa dari berbagai daerah seperti dari Kab. Batang, Tegal, Pemalang, Brebes, Banyumas, Purbalingga dan Kebumen tersebut Taufik juga menegaskan bahwa sekarang ini sudah lengkap, bahwa dari kami sudah berkomitmen untuk mendukung dan memperjuangkan bagaimana perangkat desa bisa terinspirasi untuk proses pembangunan ke depan.

“Kalau hanya berjuang untuk menjadi pegawai negeri sipil itu hanya sesuatu hal yang sangat sepele. Tujuan yang lebih besar kita hanya mengharapkan adanya apresiasi dari pemerintah terhadap kerja keras perangkat desa dalam segala proses pemerintahan,” ucap Taufik memberi semangat.

Ke depan, lanjut Taufik, dimohon agar kita dapat selalu menyatukan dan merapatkan barisan bersama-sama. Saat ini RUU Desa dibawa ke pansus besar yang prosesnya nanti akan bertambah panjang, karena seharusnya hal ini cukup selesai di tingkat komisi.” Oleh karena itu terlepas dari apapun, perjuangan ini harus tetap kita lakukan bersama-sama dengan  harapan  dapat terwujud,” pinta Taufik.

“Sudah saatnya para perangkat desa dapat membuktikan bahwa kita bisa memimpin bangsa dan negara ini, dan kami akan selalu siap bersama para perangkat desa untuk mendukung agar perjuangan ini dapat terwujud,” pungkas Taufik.
»»  Baca Selanjutnya...

Amien Rais : Penunjang Kontribusi Stabilitas Bangsa, Perangkat Desa Harus Di-PNS-kan


BREBES, (PUSINFO PPDI, www.ppdi.or.id)

"Penunjang kontribusi stabilitas bangsa, perangkat harus di PNS-kan". Demikian yang disampaikan Prof.Dr.H.Amien Rais,MA selaku salah satu tokoh bangsa sekaligus tokoh reformasi dan juga sebagai guru bangsa saat memberikan tausiah politiknya dalam acara Serap Aspirasi Perangkat Desa bersama Wakil Ketua DPR RI  Ir. H.Taufik Kurniawan, MM yang dilangsungkan pada hari ini, Rabu(22/2) di Gedung Pertemuan Eks Kawedanan Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah.

“Ada beberapa hal yang sesungguhnya mencolok di depan mata yang merupakan fenomena atau kenyataan bangsa kita yang masih memprihatinkan,”kata Amien Rais,” bangsa kita ini rupanya termasuk para pemimpinnya sepertinya lupa, alpa atau pura-pura lupa, sebab syarat adil dan keadilan itu merupakan gelang emas dari Republik Indonesia. Sehingga adil dan keadilan itu merupakan dua pesan yang sangat penting yang adiluhung, penuh makna tetapi sementara ini kehidupan kita agak jauh dari nilai-nilai itu yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pancasila.”

Amien Rais selanjutnya mengatakan bahwa sudah terjadi juga ketidak adilan di bidang politik yang menimpa perangkat desa. Padahal para perangkat desa ini fungsinya sudah jelas. Desa bisa stabil, desa bisa ayem dan bisa hidup rutin karena ditopang oleh perangkat desa. “Tetapi rupa-rupanya ada semacam penyakit mental bahkan penyakit jiwa di sebagian pemimpin kita bahwa rakyat kecil tidak usah diurusi, yang diurusi ternyata para orang besar, konglomerat dan lain-lain,” ujar Amien Rais melanjutkan.

Tokoh Reformasi ini juga menambahkan bahwa sesungguhnya hal ini adalah sesuatu hal yang sangat mudah. Kalau pemimpin negara punya komitmen untuk mengangkat para perangkat desa menjadi PNS hanya membutuhkan sekitar Rp. 12 T, sedangkan APBN kita sekitar 1.400-an T sehingga tidak ada 0,1 persennya. “Tetapi karena tidak terlatih sayang sama rakyat kecil, maka para perangkat desa yang notabene rakyat kecil menjadi terlupakan,” ujarnya berapi-api.

Padahal, lanjut Amien,  Pak SBY tinggal bilang saja ke mendagri “Hai Gamawan Fauzi, anda seorang mendagri tolong para perangkat desa jangan dibuat mules, demo berkali-kali. Dibuat undang-undangnya kemudian dikaji dengan beberapa fraksi di DPR lantas langsung diketok palu, 12 T itu hanya sedikit.”

Hanya saja, sambung Amien Rais,  usaha untuk meminta hak ini memang harus melalui proses yang panjang, tidak bisa sekali pukul.  “ Dan saya akan ikut berusaha untuk lebih membantu mudah-mudahan akan terbuka hati pemerintah kita dan DPR bahwa perangkat desa itu bagian anak bangsa yang jelas sekali fungsional, jelas berkontribusi kepada stabilitas bangsa dan negara mengapa tidak dijadikan PNS saja karena jelas-jelas hanya membutuhkan sekitar seperseribu saja dari APBN kita,” kata Amien Rais sekaligus mengakhiri tausiah singkatnya.
»»  Baca Selanjutnya...

Ketua Umum PPDI Pusat : Angkat Harkat Martabat Perangkat Desa

BREBES (www.ppdi.or.id)

Anggota PPDI yang berjumlah sekitar 700 ribuan sangat berharap ada satu kebijakan yang bisa mengakomodir agar perangkat desa ini diberi harkat dan martabat. Perangkat desa agar dapat lebih dimanusiakan karena dari berbagai undang-undang yang ada semuanya belum menampung konfigurasi secara seimbang,” kata Ketua Umum PPDI Pusat Ubaidi Rosyidi, SH saat mengawali sambutannya dalam gelaran Serap Aspirasi Perangkat Desa dengan Wakil Ketua DPR RI Ir.H.Taufik Kurniawan,MM Rabu (22/2) di Gedung Pertemuan Eks Kawedanan Bumiayu, Brebes Jawa Tengah.

“Untuk itu,” harap Ubaidi,” ke depan para penentu kebijakan agar dapat mengusung agar dari pertemuan ini dapat merupakan sebagai suatu aspirasi yang harus dimasukkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang relevan.”

Dalam acara yang juga dihadiri oleh salah satu Dewan Pembina PPDI Pusat H. Masykur Ahmad, SE dan juga tokoh-tokoh nasional seperti Prof.Dr.H.Amien Rais,MA, Prof.Dr. Yahya Muhaimin mantan Mendiknas, Anggota Komisi I DPR RI dari Komisi I Teguh Juwarno dan Muspida serta Muspika itu Ubaidi Rosyidi, SH kembali menegaskan bahwa perangkat desa harus diangkat menjadi PNS karena kontek dalam preposisi hukum yang ada kita melihat berbagai peraturan yang semuanya mendelegasikan bahwa kuasa pengguna anggaran yang kemudian menjadi pengelola keuangan negara adalah PNS dan TNI/Polri.

“Dan ketika perangkat desa statusnya masih tidak jelas begini tidak akan bisa mengelola keuangan negara. Ketika perangkat desa bisa diberdayakan menjadi pioner-pioner pembangunan desa maka desa akan menjadi sejahtera,” lanjut Ubaidi membakar semangat lebih dari 600 orang perangkat desa yang hadir dari berbagai kabupaten di Jawa Tengah itu.
“Beban pekerjaan perangkat desa yang seakan tidak mengenal waktu,” sambung Pak Ubed begitu panggilan akrabnya,” merupakan suatu bukti kerelaan dari perangkat desa sudah cukup besar untuk mengabdi pada negara, tinggal negara Republik Indonesia dalam hal ini ada pada para penentu kebijakan politik yang sementara ini masih melempem.”

Pak Ubed juga kembali menegaskan bahwa perangkat desa diangkat menjadi PNS bukan semata untuk kepentingan perangkat desa saja tetapi juga suatu mekanisme ketika sudah mengorangkan orang, sudah menata infrastruktur pemerintahan desa maka sangat diyakini pembangunan di Indonesia akan lebih maju dan apabila keinginan para perangkat desa ini sudah terwujud dipersilakan tanah bengkok yang selama ini menjadi tunjangan penghasilan dicabut untuk kepentingan pembangunan desa yang lebih baik lagi.

Di akhir sambutannya Pak Ubed juga menandaskan bahwa PPDI tetap sepakat ketika pemerintah mau mengalokasikan dana dari APBN, tetapi kami minta agar infrastruktur pemerintahan desanya agar diangkat dulu menjadi pegawai negeri sipil sehingga nantinya bisa menjadi pengguna anggaran, panitia lelang dan lain-lain. Sedangkan apabila statusnya masih seperti ini maka berdasarkan mekanisme perundang-undangan yang berlaku tidak akan bisa.”
»»  Baca Selanjutnya...

Tunggakan SPP Merugikan Masyarakat


Sampai akhir Desember 2011 Penyalahgunaan dana SPP dan UEP terjadi di 12 Desa, yang berada di 5 Kecamatan mencapai Rp. 431.511.200 bila diprosentasekan dengan jumlah tunggakan Rp. 3.006.696.800, maka sebesar 14,37%.


Ada yang menarik jika kita mau mengetahui seluk beluk tentang program PNPM-Mandiri Perdesaan, bagaimana tidak? Bila terjadi tunggakan di Kelompok Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP), maka bukan kelompok atau pemanfaat saja yang dirugikan, akan tetapi pihak desa yang dirugikan. Artinya masyarakat secara umum dirugikan.



"Pinjam dana di SPP tidak ada jaminan, melainkan hanya ikatan saling percaya. Namun bila terjadi tunggakan tentunya yang dirugikan adalah masyarakat di desa tersebut. Sebab, dengan adanya tunggakan bisa dipastikan desa dalam Musyawarah Antar Desa (MAD) Pendanaan Program akan langsung tidak terdanai. Misal sarana prasarana atau masyarakat yang akan pinjam dana SPP sudah tidak diperbolehkan lagi,” ungkap Hary Susanto, selaku Kabid Pengembangan dan Pembangunan Desa BPMPD Kabupaten Bojonegoro.



Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Kabupaten Bojonegoro merupakan program pemerintah yang mampu menjawab permasalahan tentang program yang selama ini menjadi problem di tingkat pelaksanaan. Sehubungan dengan hal itu, PNPM-MP merupakan acuan Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah guna menginspirasikan program yang ada sekarang ini. 



Kata kunci program ini adalah proses belajar, dengan menegakkan sejumlah prinsip diantaranya transparansi, partisipasi dan bertumpu kepada pembangunan manusia. Serta dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan.



Salah satu Program PNPM-MP yang telah berjalan hingga bisa menjadi penopang perekonomian di masyarakat adalah UEP dan SPP. Kegiatan ini telah menjadi harapan masyarakat di tingkat pedesaan.



“Permasalahan tunggakan, akan tetap menjadi permasalahan tersendiri bagi pengelolaannya. Guna mengantisipasi permasalahan, telah dilakukan beberapa mekanisme yang menjadi ukuran program,” tambah Hary Susanto, selaku PenanggungJawab Operasional Kegiatan (PjOK) Kabupaten Bojonegoro.



Dijelaskan Hary Susanto, menyikapi berita yang berkembang tentang banyaknya tunggakan yang mengarah pada penyelewengan, memang telah menjadi perhatian yang serius. Akan tetapi penanganannya juga melalui mekanisme yang berlaku sesuai Petunjuk Teknis Operasional (PTO), serta Standard Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Masalah PNPM Mandiri Perdesaan.  



Data yang ada di sekretariat PNPM-MP Kabupaten Bojonegoro, bahwa penyalahgunaan dana hanya sebesar Rp. 431.511.200,- bukan Rp. 1,7 Milyar seperti yang tersebar selama ini. Pada hakekatnya tunggakan SPP di Kabupaten Bojonegoro masih relatif kecil bila dibanding dengan asset yang dimiliki oleh UPK di seluruh Kecamatan. 



“Data akumulasi di kabupaten, aset SPP dan UEP hingga Per Desember 2011 sebesar Rp. 73.541.586.790 dan tunggakan di masyarakat sebesar Rp. 3.006.696.800. Tingkat pengembalian UEP adalah 99%, sedangkan tingkat pengembalian SPP adalah 98,6%. Artinya, tingkat tunggakan hanya pada kisaran 1–1,4% saja, dan ini masih diupayakan untuk dapat diselesaikan. Karena UPK tidak membiarkan tunggakan terus meningkat,” tegas Hary Sus, panggilan akrabnya menjelaskan.



Sementara itu Edy Murdono, selaku Koordinator Fasilitator Kabupaten Bojonegoro menegaskan, data yang ada menunjukan bahwa penyalahgunaan dana SPP didominasi pada tingkat Kelompok SPP, dengan permasalahan juga beragam dan memiliki bobot kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Akan tetapi permasalahan penyimpangan ini juga terus dilakukan pendekatan, ada mekanisme yang selalu dilakukan oleh program dalam penyelesaiannya.



Biasanya UPK dan tim penanganan masalah di tingkat kecamatan akan melakukan identifikasi, guna memastikan siapa menggunakan berapa, dan pelaku penyalahgunaan diminta untuk membuat pernyataan dengan mencantumkan waktu/tanggal pengembalian dana yang digunakan. Termasuk menyerahkan aset yang dimilikinya, dan bila tidak dapat diselesaikan maka akan dilakukan musyawarah bersama di tingkat kelompok, sampai desa dalam bentuk musyawarah desa penyelesaian masalah. 



Jika masih juga belum terselesaikan, maka dilakukan MAD untuk menentukan langkah selanjutnya bagi yang terlibat masalah, apakah masih diberikan ruang untuk penanganan partisipatif atau melalui jalur hukum. Penanganan melalui jalur hukum adalah upaya terakhir ketika seluruh upaya penyelesaian di luar jalur hukum sudah dilakukan, namun belum bisa memecahkan masalah.
»»  Baca Selanjutnya...

Dua Pencuri Helm Diringkus Polisi


Dua pemuda asal Grabagan, Kecamatan Rengel, Tuban dibekuk anggota Serse Polres Bojonegoro. Keduanya diamankan usai menggasak helm di tiga lokasi berbeda. Syarifudin (20) dan Achmad Syachri (19) kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi.
Penangkapan terhadap dua tersangka sempat diwarnai kejar-kejaran. Namun, mereka berhasil ditaklukkan petugas saat membawa barang bukti 3 helm merek Ink. 
Helm-helm itu dicuri dari tiga lokasi berbeda. Pertama di depan RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo, di sana tersangka berhasil mencuri helm abu-abu. Kemudian mereka melanjutkan aksinya di depan Bank BNI 46, dan terakhir tersangka menggasak helm di depan kantor Pemda.
"Saya lagi ngenet, tiba-tiba helm saya hilang dicuri mereka," kata Tresta, warga Kelurahan Ledok Kulon.
Korban mendapat informasi dari orang-orang di sekitar kantor pemda kalau helmnya diambil tersangka yang sempat berdiri di bawah pohon. Khawatir tertangkap massa, keduanya lalu menarik kencang motor Shogun S 3286 FC ke arah timur. 
Polisi yang berjaga di Pos Alun-Alun kemudian melakukan pengejaran setelah mendapat laporan dari korban.
Petugas dengan menggunakan mobil patroli sempat kesulitan mengejar tersangka. Tak mau kecolongan semua anggota jaga mengikuti jejak tersangka sampai di tepi Bengawan Solo, Desa Banjarejo, Kecamatan Kota. 
Tersangka membelokkan motor melewati pasar Banjarejo sampai di tepi bengawan. Apes, keduanya terjungkal saat naik ke atas tanggul. Saat itulah petugas dengan sigap meringkus kedua tersangka.
Kepada petugas, mereka mengaku baru sekali melakukan aksinya. Sayang, pengakuannya tidak bisa melepaskan mereka dari jeratan hukum. Keduanya kini harus meringkuk di sel Mapolres Bojonegoro. (by : Jogoboyo)
»»  Baca Selanjutnya...

Urus IMB, Komitmen MCL Tak Jelas


Upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro mendesak operator Blok Cepu, Mobil Cepu Limited (MCL) memenuhi 6 item meleset. Sampai hari ini tim optimalilasi konten lokal belum mendapat jawaban pasti dari MCL. Tak hanya kecewa, Pemkab merasa MCL tidak punya komitmen menyelesaian enam poin permasalahan yang telah disepakati sebelumnya. "Kalau memang begitu ya IMB tidak bisa kami terbitkan," ungkap Sekkab Bojonegoro, Soehadi Moldjono.

Padahal, dalam kesepakatan sebelumnya  pihak MCL sudah diberikan tenggang waktu. Kenyataannya sampai deadline kedua kalinya, ternyata MCL belum menyelesaikan komitmen untuk segera menuntaskannya.

Pria yang juga Ketua Tim Optimalisasi Kandungan Lokal Pemkab Bojonegoro ini sudah memberikan kelonggaran kepada MCL. Permintaan Pemkab bukan bentuk pelaksanaannya melainkan cukup penyelesaian kesepakatan antara MCL dengan Pemerintah Desa setempat.

Tetapi hasil progress report yang diminta oleh Pemkab Bojonegoro tidak ada perkembangan berarti. Informasi terakhir yang diterima Pemkab masih ada beberapa masalah yang belum beres, antara lain tukar guling Tanah Kas Desa 13,2 Hektar dan pembangunan jalan Rajekwesi.

Belum lagi penyelesaian sendang di Desa Mojodelik dan Gayam, serta komitmen lain ke masyarakat di desa sekitar yang belum tuntas. "Kita sudah laporkan kepada Bupati dan keputusannya ada pada beliau," ungkap Soehadi.
»»  Baca Selanjutnya...

MCL Jangan Hanya Janji


Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro merasa kecewa dengan kinerja operator Blok Cepu, Mobil Cepu Limited (MCL) terkait komitmen penyelesaian enam poin permasalahan yang telah disepakati sebelumnya. Padahal, dalam kesepakatan jauh sebelum ini, MCL berkomitmen untuk segera menuntaskannya.


Ketua Tim Optimalisasi Kandungan Lokal Pemkab Bojonegoro, Soehadi Moeljono, kepada blokBojonegoro.com, Kamis (23/2/2012) menjelaskan, dari hasil pertemuan di Surabaya, ternyata MCL belum secara maksimal melaksanakan progress report yang diminta oleh Pemkab Bojonegoro.



"Sehingga, kami mengundang BP-Migas sebelum pertemuan dengan DPRD beberapa waktu lalu untuk mencari jalan, agar segera terwujud penyelesaian enam item itu," ujar Soehadi Moeljono.



Namun, hal itupun belum bisa berjalan dengan baik. Bahkan, dewan juga sudah mendorong MCL baik secara formal maupun informal agar operator Blok Cepu itu segera memenuhi kesepakatan enam item tersebut. Lagi-lagi, apa yang disampaikan saat di Clangap beberapa hari lalu belum terlaksana semuanya.



Seperti penyelesaian masalah Tanah Kas Desa (TKD) seluas 13,2 hektare di Desa Gayam. Sebagaimana telah disepakati sebelumnya, bahwa Tim Pptimalisasi, Kepala Desa sekitar operasi dan BP-Migas sepakat untuk melakukan tukar guling.



"Seharusnya, MCL harus segera menindaklanjuti apa yang harus dilaksanakan. Lokasinya di mana, agar segera ada kepastian. Sebab, sampai menginjak tahun kedua belum tampak adanya kepastian," imbuhnya.



Sebenarnya masih ada kekurangan-kekurangan lain. Namun, dalam laporannya kepada DPR RI, MCL hanya mengungkapkan soal permasalah TKD yang belum selesai. "Namun, setelah kita cek, ternyata kesepakatan itu juga masih ngambang. Jadi, kondisinya tidak benar," pungkasnya.



Seperti halnya lapangan sepak bola di Desa Gayam, MCL diminta agar memberikan jawaban tertulis berupa proposal pembangunan lapangan tersebut. Belum lagi penyelesaian sendang di Desa Mojodelik dan Gayam, serta komitmen lain ke masyarakat di desa sekitar yang belum tuntas. 
»»  Baca Selanjutnya...