Minggu, 18 Maret 2012

SPBU Veteran Wajibkan Pengantar Kades


SPBU di Jalan Veteran, Bojonegoro
Untuk mengantisipasi adanya penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya jenis premium atau bensin, berbagai cara dilakukan. Termasuk para pengecer harus membawa surat dari kepala desa (Kades) setempat. Hal itu seperti dijelaskan pengawas SPBU di Jalan Veteran, Bojonegoro, Ahmad Mujibur yang membenarkan adanya surat edaran dari manajemen SPBU setempat terkait penertiban pembelian BBM.

Menurutnya, untuk membeli bensin, para pengecer harus memiliki surat keterangan dari desa. “Tujuannya untuk mengantisipasi penimbunan dan penyalahgunaan,” ungkap Ahmad Mujibur di ruang kerjanya, Jumat (16/3/2012).

Pembelian BBM juga batasi, dalam jumlah besar maksimal 100 -150 liter untuk sekali pembelian. Cara untuk mengetahui apakah pembeli tersebut merupakan pengecer atau bukan adalah dengan surat keterangan dari desa masing-masing itu.

“Pihak pengecer menyetorkan fotokopi surat keterangan tersebut kepada SPBU setempat,” imbuhnya. 

Mujibur menyebutkan, pembeli BBM sehari bisa mencapai 100 orang. Sementara itu, ada sekitar 350 pengecer bensin. Rata-rata pengecer yang membeli dengan jeriken tersebut berasal dari luar kota Bojonegoro, seperti daerah Soko, Singgahan dan Rengel, Kabupaten Tuban.

Sementara itu, kebijakan berbeda diterapkan SPBU di Kelurahan Ngrowo, Bojonegoro. Pengecer yang membeli bensin di tempat itu tidak diwajibkan membawa surat keterangan dari desa setempat. 

"Kami mengira-ngira saja. Kalau mereka sering kembali dengan membawa jeriken, kami tidak akan layani lagi," ungkap salah satu petugas SPBU Ngrowo kepada blokBojonegoro.com. 

Akan tetapi menjelang kenaikan harga BBM, pengiriman stok jenis premium ke SPBU di Jalan Sawunggaling itu sering mengalami keterlambatan. Dan keterlambatan itu terjadi hingga beberapa jam. 

Menurutnya petugas SPBU, dengan kebijakan para pengecer tidak boleh membeli dua kali dalam sehari, maka itu merupakan salah satu bentuk antisipasi atas penimbunan BBM menjelang kenaikan harga.
»»  Baca Selanjutnya...

ASI Eksklusif Wajib


Peraturan pemerintah tentang pemberian air susu ibu eksklusif akhirnya disahkan. Ini menjamin pemenuhan hak bayi dan perlindungan ibu menyusui serta meningkatkan peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan.

Pengesahan PP No 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada 1 Maret membuat semua pihak harus mendukung ibu menyusui. Tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusui dini, menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruang rawat. Selain itu, ada juga keharusan penyediaan ruang menyusui di tempat kerja dan fasilitas umum serta pembatasan promosi susu formula.

Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan, Slamet Riyadi Yuwono di Jakarta, Jumat (16/3), mengatakan, sebagai langkah awal, pemerintah akan membangun ruang menyusui yang dilengkapi fasilitas penyimpan ASI di kantor pemerintah di 42 kabupaten/kota pada 10 provinsi. Kantor yang diutamakan adalah kantor pemerintah daerah, dinas kesehatan, dan puskesmas.

Program lalu dikembangkan ke daerah dan fasilitas umum lain, seperti terminal, tempat rekreasi, dan pusat perbelanjaan. Perusahaan swasta wajib memberikan kesempatan kepada ibu untuk menyusui atau memerah ASI.

”Bagi yang tidak menyediakan, ada sanksi, mulai dari peringatan lisan, tertulis, hingga pencabutan izin,” kata Slamet.

ASI penting bagi kelangsungan hidup bayi. Inisiasi menyusui dini dapat menekan kematian bayi baru lahir hingga 22 persen.

Riset Kesehatan Dasar 2010 menyebut, bayi yang mendapat ASI eksklusif hingga umur 6 bulan baru 15,3 persen. Inisiasi menyusui dini yang dilakukan kurang dari 1 jam setelah bayi lahir hanya 29,3 persen.

Menyusui dini kurang dari 1 jam lebih banyak dilakukan ibu di pedesaan dengan tingkat ekonomi rendah. Bahkan, 11,1 persen ibu baru menyusui setelah bayi berumur lebih dari 48 jam. Ini membuat kolostrum yang mengandung antibodi terbuang.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Farahdibha Tenrilemba mengatakan, tak ada ibu yang tak ingin segera menyusui dan memberikan ASI eksklusif bagi anak. Masalahnya, keadaan sering kali menyulitkan ibu dari niat mulianya.

Menurut dia, tenaga kesehatan dan pengelola fasilitas kesehatan yang tak berpihak pada kepentingan ibu memisahkan ruang perawatan ibu dan anak. Selain menyusahkan saat ibu ingin menyusui, bayi sering kali juga diberi susu formula. ”Orang-orang di sekitar ibu baru melahirkan seharusnya mendukung agar ibu mudah menyusui,” katanya.

Farahdibha mengingatkan pentingnya memantau pelaksanaannya. Aturan ini masih membolehkan produsen dan distributor susu formula memberi bantuan biaya pelatihan, penelitian, atau kegiatan lain pada institusi pendidikan dan fasilitas layanan kesehatan. ”Seharusnya bantuan diberikan untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan gizi dan nutrisi bayi." 
»»  Baca Selanjutnya...

AMPEL Beber 10% dari Nilai Proyek


Proyek pipanisasi 6 inci dari Gas Oil Separation Plant (GOSP) Desa Gayam, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro menuju ke Lapangan Mudi, Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, terus menuai kontroversi. Setelah dihentikan oleh Perhutani Bojonegoro, kini giliran oleh pemuda Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban.

Yang mencengangkan, saat proses di tengah jalan, muncul dugaan suap yang dilakukan oleh pelaksana proyek PT Barata Indonesia yang menjadi konsorsium PT Geo Link Nusantara, kepada oknum beberapa kepala desa (Kades) di Kecamatan Soko.

Dugaan suap tersebut dibeber oleh perwakilan dari Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPEL), Heri Sutarto, kepada blokBojonegoro.com. Dijelaskan, jika pihaknya juga sempat tidak percaya kalau bukan dari perwakilan PT Barata yang mengungkapkan secara langsung.

"Kondisinya memang seperti itu, kami menduga telah ada kegiatan suap-menyuap dengan oknum Kades di lapangan untuk bisa memulai proyek tanpa adanya sosialisasi," kata Heri tegas.

Pria yang juga Ketua Lembaga Studi dan Advokasi Lingkung (eLSAL) itu menceritakan, jika pada Selasa (13/3/2012) yang lalu pihaknya melalui AMPEL telah menghentikan proyek pipanisasi karena belum memenuhi beberapa syarat. "Kami bingung juga, bagaimana sosialisasi belum digelar kok sudah akan dimulai proyek. Nanti kalau masyarakat bertanya dan terjadi korban lagi seperti sebelumnya bagaimana?" tanya Heri.

Oleh karena itu, pihaknya langsung merapatkan barisan dan mengajukan surat pemberitahuan ke Mapolsek Soko untuk menggelar aksi demonstrasi. "Tetapi, oleh pihak Polsek Soko diminta untuk melakukan mediasi tersebut dahulu dan menunggu beberapa hari," sambungnya.

Dengan difasilitasi oleh aparat kepolisian, akhirnya bertemu dengan perwakilan PT Barata, Tohar. Saat itulah, Tohar mengungkapkan jika proyek di lapangan dikerjakan oleh salah satu perangkat Desa Rahayu, Kecamatan Soko. "Tidak hanya itu saja, katanya juga telah diberikan uang senilai 10% dari total besaran proyek kepada oknum beberapa kades," lanjutnya.

Mendengar adanya uang yang ditengarai sebesar Rp 600 juta, karena total proyek informasinya mencapai Rp 6 miliar, perwakilan pemuda yang ikut hadir dalam proses negoisasi tersebut hanya geleng-geleng kepala. Mereka yang hadir diwakili Isnaini dari pemuda Kendalrejo, Rozikin salah satu pemuda Mojoagung dan Ketua eLSAL, Heri Sutarto.

"Kades Sokosari, Sutikno yang turut hadir juga membenarkannya. Sehingga, kami sendiri juga bingung tentang keberadaan perangkat desa di wilayah sekitar," jelasnya seperti tidak percaya.

Sementara itu, pihak Barata yang dihubungi melalui ponsel, Joko Pamungkas mengaku sudah tidak menangani proyek di Bojonegoro lagi. "Untuk koordinator proyek dipegang Pak Tohar. Tatapi saya konfirmasi dulu atau besok pagi langsung telepon ke kantor saja," jelas Joko. 

Seperti diketahui, pelaksanaan proyek pipanisasi 6 inci tersebut sepanjang kurang lebih 40 kilometer. Pipa itu untuk mengalirkan minyak mentah milik Pertamina ke Central Processing Area (CPA) Mudi, di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban. Pemberi proyek adalah Pertamina Eksplorasi dan Produksi Cepu (PEPC) kepada PT Geo Link dan dilaksanakan bersama PT Barata Indonesia. 
»»  Baca Selanjutnya...

Joko: Bukan untuk Pemdes, Tapi Kades

Dugaan suap yang diberikan oleh manajemen PT Barata Indonesia terhadap para Kepala Desa (Kades) di wilayah yang dilalui pipa milik Pertamina Eksplorasi dan Produksi Cepu (PEPC), bukan untuk pemerintahan desa (Pemdes), tetapi bagi pribadi Kades.

Kondisi tersebut juga diakui anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mojoagung, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Joko Hadi, kepada blokBojonegoro.com. Menurutnya, ia mendengar langsung dari teman-teman  Lembaga Studi dan Advokasi Lingkung (eLSAL) dan Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPEL).

"Sebagai BPD, saya belum pernah mendengar ada rapat maupun pembicaraan mengenai pemberian uang ke desa. Jadi, kemungkinan besar ke Kades secara pribadi, bukan Pemdes," jelasnya.

Pria yang juga aktivis tersebut menegaskan, jika sebelumnya pihaknya juga sempat diajak berbicara melalui rapat di desa, tetapi sudah jauh-jauh hari. Tepatnya pada pemasangan pipa sebelumnya, terkait adanya kompensasi dari pelaksana proyek.

"Jumlahnya kalau tidak salah Rp 25 juta, namun bukan dalam waktu dekat ini. Jadi, kalau ada pengakuan Rp 100 juta oleh PT Barata yang menjadi partner PT Geo Link Nusantara, maka itu kemungkinan ke pribadi," sambungnya.

Ditanya mengenai sudah atau belum, sosialisasi untuk pemasangan pipa oleh PT Barata? Menurutnya ia belum pernah mendengar, melihat dan mengikuti. Jadi, dirinya sepakat kalau para pemuda melakukan aksi yang berpihak pada masyarakat.

"Jangan sampai, masyarakat hanya terkena dampaknya saja. Harus jelas proses mulai awal, yakni tahapan sosialisasi, pembicaraan UKL dan UPL, sampai dengan pelibatan warga dalam bidang pekerjaan," lanjut Joko.

Mendengar adanya laporan dari eLSAL dan AMPEL, ia akan segera mengecek langsung ke Kades Mojoagung. Karena, masyarakat perlu mengetahui semuanya, agar tidak ada yang ditutup-tutupi.
»»  Baca Selanjutnya...

Pemdes Mojodelik Ajukan Klaim Rp 11,8 Miliar


Dampak tidak dilibatkannya Pemerintah Desa (Pemdes) saat proses pengukuran tanah ketika pembebasan lahan beberapa tahun lalu, hingga kini masih berbuntut. Bahkan, terkini Pemdes Mojodelik, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro mengajukan klaim kepada operator Blok Cepu, Mobil Cepu Limited (MCL) atas jalan desa yang terkena pembebasan.

Jumlah yang diajukan tidak tanggung-tanggung, yakni sekitar Rp 11,8 miliar. Dana tersebut sebagai kompensasi atas jalan sepanjang 1 kilometer lebih dengan lebar rata-rata 2 meter hingga 2,5 meter yang membelah area persawahan. Pengajuan telah dilakukan, tetapi hingga kini belum ada tanggapan dari operator.

Kepala Desa (Kades) Mojodelik, Kecamatan Ngasem, Sandoyo, kepada blokBojonegoro.com mengatakan, klaim untuk kompensasi itu dilakukan karena pada proses pengukuran yang dilakukan pihak ITS tahun 2008 lalu tidak memasukkan pada lahan yang dibebaskan. 

"Kok tidak dihitung dan langsung dimasukkan saja tanpa ada penjelasan sama sekali," kata Sandoyo.

Ia juga kecewa, karena pra proses pengukuran saat itu tidak melibatkan aktif Pemdes. Sehingga, belakangan baru diketahui ada yang kurang benar di lapangan. Sehingga, perlu adanya kompensasi atas kerugian pihak desa itu.

"Lokasi jalan desa yang tidak dihitung tersebut berada di lokasi yang termasuk sekitar 400 hektare itu," sambungnya.

Dana sebesar Rp 11,8 miliar yang diajukan ke anak perusahaan ExxonMobil itu nantinya diperuntukkan bagi infrastruktur desa yang belum sepenuhnya tersentuh. Semisal jalan-jalan lorong, gedung olahraga, balai desa, lapangan sepak bola, pos ronda, serta jalan utama. 

"Semoga saja secepatnya dapat terkabul, dan kami akan tetap memperjuangkannya," tegas Sandoyo.

Hingga kini, masih ada sekitar 50% infrastruktur desa yang belum tersentuh. Padahal, Mojodelik termasuk desa Ring I dan tempat Central Processing Facility (CPF) berada. Artinya, kegiatan menuju produksi puncak Blok Cepu sebesar 165.000 barel per hari (BPH) akan banyak berlangsung di sana. Baik EPC-1 maupun EPC-5.

"Kami akan menanyakan lagi kepada operator, bagaimana pengajuan klaim kompensasi atas jalan desa yang dipakai kegiatan migas di Project Banyuurip," lanjutnya. 
»»  Baca Selanjutnya...

Tahun ini 139.878 Ribu Lowongan CPNS Untuk Isi PNS Pensiun


Jakarta : Informasi terbaru tentang penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) adalah tahun ini pemerintah akan merekrut 139.878 CPNS baru. Kuota itu akan dipenuhi dari pegawai honorer kategori I (digaji APBN dan APBD), pegawai honorer kategori 2 (digaji non APBN dan non APBD), serta pendaftar umum. Mereka akan menggantikan PNS yang memasuki pensiun tahun ini.
Berdasar catatan di Badan Kepegawaian Negara (BKN), tahun ini ada 23.152 PNS instansi pusat yang pensiun. Sedangkan untuk PNS di instansi daerah berjumlah 116.726 orang.
Kepala Bagian Humas BKN Tumpak Hutabarat mengatakan, pemerintah memang sudah berkomitmen untuk menutup kursi yang ditinggal pensiun pemiliknya itu dengan mengangkat PNS baru. Skenario awal adalah mengoptimalkan tenaga honorer Kategori 1 (K1) yang sudah diverifikasi. Jika masih kurang, akan ditambah dari honorer Kategori 2 (K2). Kemudian juga merekrut CPNS baru dari pendaftar umum.
“Bagaimana teknis pembagiannya, lalu berapa kuota pastinya, itu wewenang Kemen PAN-RB,” kata dia.
Menteri Pendayaguanaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Azwar Abubakar juga mengatakan, kursi yang ditinggal pensiun itu tidak bisa dibiarkan lowong. “Sudah ada persetujuan antara DPR dan pemerintah (untuk mengangkat CPNS baru, Red),” katanya.
Upaya Kemen PAN-RB merekrut CPNS baru sesuai jumlah kursi yang kosong karena ditinggal pensiun ini merupakan langkah baru. Sejak beberapa waktu lalu, institusi ini memang berencana mengembangkan penerimaan CPNS baru dengan skema zero growth. Artinya, jumlah CPNS baru yang diterima, harus sesuai dengan PNS yang pensiun. Dengan model ini, diharapkan gaji PNS tidak terlalu membebani APBN.
Azwar mengatakan, tanggal pelaksanaan seleksi CPNS baru tahun ini belum bisa dipastikan. Dia hanya mengatakan, setengah dari kebutuhan CPNS baru tahun ini akan ditutup dari honorer K1 dan K2. Sementara sisanya ditambal oleh CPNS dari pendaftar umum atau fresh graduate.
Saat ini jumlah honorer K1 sekitar 67 ribu orang. Sementara itu, untuk honorer K2 sekitar 600 ribu orang. “Mereka (honorer K1 dan K2, Red) tidak serta merta lulus. Ada proses verifikasi dokumen dan tes tulis,” tandasnya. Sedangkan untuk pendaftar baru, akan melalui seleksi CPNS sebagai mana biasanya.
Azwar mengingatkan, jumlah tenaga honorer yang masuk ke mejanya sampai sekarang masih belum jelas. Data yang masuk masih berupa angka-angka, sehingga masih perlu verifikasi lagi.
Data honorer yang sudah diverefikasi nantinya minimal mencantumkan nama, kapan SK pengangkatan diterbitkan, di mana tempat berdinas, berkerja sebagai apa, siapa yang mengangkat, dan dari mana gaji yang diterima. “Kita tidak mau setelah honorer diangkat ada persoalan lagi. Verifikasi harus benar-benar optimal,” kata dia.
»»  Baca Selanjutnya...

Pemerintah Untung Jual BBM, Siapa Bilang APBN Jebol ?


Jakarta : Rieke Diah Pitaloka Anggota Fraksi PDI Perjuangan Komisi VII DPR mengingatkan masyarakat, bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hanya tinggal beberapa hari lagi.
Terkait dengan rencana kenaikan ini, politisi PDI-P ini kembali mempertanyakan argumentasi pemerintah untuk menaikkan harga BBM.
Menurut Rieke, salah satu argumen pemerintah untuk menaikkan harga BBM adalah untuk menyelamatkan APBN agar tidak jebol.
“Saya memiliki hitungan data bahwa dengan tidak mengurangi subsidi dan tidak menaikan harga BBM, sebetulnya APBN tidak akan jebol,” ujar Rieke dalam rilisnya , kemarin (Jum’at, 16/3).
Berikut data yang anggota DPR dari Fraksi PDI-P ini kompilasi dari berbagai sumber, terutama dari para ekonom yang tidak bermazhab neolib.
  • Indonesia menghasilkan minyak 930.000 barel/hari, dan 1  barel = 159 liter.
  • Harga minyak mentah = 105 USD per barel.
  • Biaya Lifting + Refining + Transporting (LRT) = 10 USD per Barel = (10/159) x Rp 9000 = Rp 566 per liter.
  • Biaya LRT untuk 63 miliar liter = 63 miliar x Rp 566 = Rp 35,658 triliun.
  • Lifting = 930.000 barel per hari, atau = 930.000 x 365 = 339,450 juta barel per tahun.
  • Hak Indonesia adalah 70%, maka = 237,615 juta barel per tahun.
  • Konsumsi BBM di Indonesia = 63 miliar liter per tahun, atau dibagi dengan 159 = 396,226 juta barel per tahun.
  • Pertamina memperoleh dari konsumen : Rp 63 miliar liter x Rp 4500 = Rp 283,5 triliun.
  • Pertamina membeli dari pemerintah = 237,615 juta barel @USD 105 x Rp 9000 (kurs US$)= Rp 224,546 triliun.
  • Kekurangan yang harus diimpor = konsumsi BBM di Indonesia – pembelian Pertamina ke pemerintah = 158,611 juta barel.
  • 158,611 juta barel @USD 105 x Rp 9000 = Rp 149,887 triliun.
Dengan data tersebut, menurut Rieke, maka kesimpulan yang didapat adalah Pertamina memperoleh hasil penjualan BBM premium sebanyak 63 miliar liter dengan harga Rp 4500 yang hasilnya Rp 283,5 triliun.
Sementara, Pertamina harus impor dari pasar internasional Rp 149,887 triliun dan membeli dari pemerintah Rp 224,546 triliun.
Di sisi lain, kata Rieke, Pertamina mengeluarkan uang untuk LRT 63 miliar Liter (@ Rp566) sebesar Rp 35,658 triliun, sehingga jumlah pengeluaran Pertamina adalah Rp 410,091 triliun.
“Pertamina kekurangan uang, maka pemerintah yang membayar kekurangan ini yang di Indonesia pembayaran kekurangan ini di sebut “subsidi”,” ujar Rieke.
Jika kekurangan yang dibayar pemerintah (subsidi ) adalah jumlah pengeluaran Pertamina dikurangi dengan hasil penjualan Pertamina BBM kebutuhan di Indonesia, maka hitungannya: Rp 410,091 triliun – Rp 283,5 triliun = Rp 126,591 triliun.
“Tapi ingat, pemerintah juga memperoleh hasil penjualan juga kepada Pertamina (karena Pertamina juga membeli dari pemerintah) sebesar Rp 224,546 triliun,” kata Rieke.
Menurut Rieke, hal inilah yang tidak pernah disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Maka kesimpulannya, pemerintah malah kelebihan uang, yaitu sebesar perolehan hasil penjualan ke Pertamina dikurangi kekurangan yang dibayar pemerintah (subsidi): Rp 224,546 triliun – Rp 126,591 triliun = Rp 97,955 triliun.
“Artinya, APBN tidak jebol. Justru saya jadi bertanya, dimana sisa uang keuntungan pemerintah hsil jual BBM sebesar Rp 97,955 triliun? Itu baru hitungan 1 tahun. Dimana uang rakyat yang merupakan keuntungan pemerintahan sekarang  jual BBM selama tujuh tahun masa kekuasaannya?” ujar Rieke mempertanyakan.
»»  Baca Selanjutnya...