Jumat, 02 Maret 2012

Bumi Wali Kehilangan Kiai Faqih


Pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Widang, Kabupaten Tuban, KH Abdullah Faqih pada Rabu 29 Februari 2012 sekitar pukul 18.30 wafat. Kiai berpengaruh yang lahir 2 Mei 1932 itu tutup usia dalam usia 80 tahun. Prosesi Pemakaman dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 1 Maret 2012 di pemakaman umum Desa Widang.


Perwakilan keluarga, Ubaidillah Faqih, menjelaskan, Kiai Faqih meninggal saat santri selesai menunaikan shalat maghrib. Kiai Faqih sempat dirawat di Rumah Sakit Grha Amertha, Surabaya, dan sudah dua bulan pulang. Kondisinya makin sehat meskipun belum bisa berjalan seperti biasanya, bicaranya lancar, masih bisa beraktivitas seperti biasa, mengaji, tahlil. Menurut beliau Kiai Faqih berpesan agar anak-anak maupun santri tetap meneruskan perjuangan menegakkan Islam dan menghidupkan pendidikan di pesantren.



Tamu yang hadir dalam pemakaman ini  jumlahnya  ribuan, selain para Kiai, Massayikh, dan santri juga dihadiri Gubernur Jawa Timur Pakde Karwo, Wakil Gubernur Jawa Timur Gus Ipul, Bupati Tuban H. Fathul Huda, Wakil Bupati Tuban Ir. H. Noor Nahar hussein, M.Si serta tokoh-tokoh penting lainnya dari berbagai daerah terutama dari Kabupaten Tetangga seperti Bojonegoro, Lamongan dan Gresik. Semua tamu yang hadir merasa sangat kehilangan sosok Kiai penuh Kharisma itu.


»»  Baca Selanjutnya...

Sungguh Berartinya Waktu


Coba Anda pikir-pikir, sesungguhnya banyak sekali jalan untuk mengerjakan amal kebajikan tanpa memerlukan usaha yang berat. Amal kebajikan itu dapat Anda kerjakan saat berjalan dengan kedua kaki Anda, mengendarai kendaraan, sedang berdiri atau duduk.

Dalam waktu satu menit, sebenarnya Anda dapat membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 15 kali. Rasulullah bersabda: “Demi Dzat yang menguasai diriku, sesungguhnya nilai surat Al-Ikhlas serupa dengan sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Bukhari)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca surat Fatihah sebanyak lima kali. Rasulullah pernah berkata kepada Ibnu Ma’ali, “Aku hendak mengajarimu sebuah surat yang nilainya lebih utama di antara surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an.” Kemudian beliau melanjutkan, “(Yaitu) bacalah ‘alhamdulillahi rabbi alamîn’, yaitu surat Al-Fatihah, dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadaku.” (HR.Bukhari)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “subhanallah wa bihamdihi, subhanallah al-azhîm” sebanyak 50 kali. Rasulullah pernah bersabda, “Dua kalimat yang ringan di lisan dan berat di timbangan, dan dua-duanya disenangi oleh Allah, yaitu kalimat ’subhanallah wa bihamdihi, subhanallah al-azhîm’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “subhanallah wa bihamdihi ‘adada khalqihi wa ridha nafsihi wa zinata ‘arsyihi wa midada kalimâtihi” sebanyak 10 kali.

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca shalawat atas Nabi sebanyak 20 kali, di mana bacaan itu sama halnya Anda membaca shalawat atas Nabi sebanyak 200 kali.

Dalam waktu satu menit, Anda bisa memohon ampunan kepada Allah lebih dari 70 kali. Memohon ampun kepada Allah dapat menyebabkan terhapusnya dosa, masuk surga, menghilangkan malapetaka, memudahkan segala urusan, mendapat karunia baik berupa harta maupun anak-anak.

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “lâ ilâha illa Allah wahdahu la syarîkalah lahu al-mulk wa lahu al-hamd wa huwa ala kulli syai qadir” sebanyak 20 kali.

Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang membaca kalimat ‘lâ ilâha illa Allah wahdahu la syarîkalah lahu al-mulk wa lahu al-hamd wa huwa ala kulli syai qadir’ sebanyak 10 kali, maka dia seperti seseorang yang telah memerdekakan empat jiwa dari seorang anak seperti Nabi Ismail.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “la haula wa la quwata illa billahi” sebanyak 40 kali. Diriwayatkan dari Abu Musa, bahwa Rasulullah pernah bersabda kepadanya, “Tidakkah kamu ingin aku beritahukan tentang harta simpanan di antara harta simpanan yang terdapat di surga?” Abu Musa menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Bacalah kalimat ‘la haula wa la quwwata illa billahi’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam waktu satu menit, Anda bisa membaca kalimat “subhanallah wa bihamdihi” sebanyak 100 kali. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang membaca kalimat ’subhanallah wa bihamdihi’ sebanyak 100 kali dalam sehari, maka dosa-dosanya akan dilebur, walaupun dosa-dosanya seperti buih air laut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, dalam waktu satu menit pula, sebenarnya Anda bisa mencegah kemungkaran dengan hikmah dan tutur kata yang baik. Atau menganjurkan berbuat kebajikan, mementingkan arti sebuah nasehat untuk sahabat, turut berbelasungkawa atas seseorang yang ditimpa musibah, menyingkirkan benda yang menghalang-halangi jalan umum.Semua ini termasuk jenis amal kebajikan.

Dalam waktu satu menit, bisa jadi Anda dapat menggapai ridha Allah. Maka Allah akan mengampuni dosa-dosa Anda, dan waktu satu menit itu merupakan bekal Anda saat hari kiamat tiba.

Dalam kitab al-Durar, sebuah kitab yang ditulis untuk menasehati anaknya, terutama dalam bab Melembutkan Hati; Upaya Menasehati Anak, Ibnu Qayyim al-Jauzi berkata, “Ketahuilah wahai anakku, sesungguhnya hari mencakup jam, dan setiap jam mencakup hembusan nafas, dan setiap hembusan nafas adalah bekal. Maka dari itu, hati-hatilah jangan sampai saat menghembuskan nafas tidak melakukan hal-hal yang bermanfaat. Maka pada hari kiamat kamu akan menyaksikan dirimu hanya sebuah tempat yang kosong dan kamu akan menyesal.”

“Coba anda perhatikan setiap waktu yang anda lewati, apa saja yang telah anda kerjakan. Jangan anda menyia-nyiakan waktumu kecuali sebisa mungkin anda berusaha berbuat kebajikan. Jangan biarkan dirimu tidak melakukan pekerjaan apa pun. Dan hendaklah anda membiasakan diri beramal kebajikan dan terus-menerus memperbaikinya. Semoga saja amal kebajikan itu menjadi simpanan amalmu saat di kubur dan akan membahagiakanmu saat hari kiamat tiba.”
»»  Baca Selanjutnya...

Sukarman Potret Lurah Perjuang Bagi Desa Rawagede


Desa Merdeka – Karawang :  Warga Rawagede, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, punya pahlawan lokal. Dialah Sukarman, mantan lurah, anggota legislatif, ketua yayasan, sekaligus pekerja sosial yang memperjuangkan Rawagede—selain pengacara andal dari Leiden, Prof Liesbeth Zegveld, dan Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda atau Comite Nederlandse Ereschulden, Jeffry Marcel Pondaag.
Pada 14 September 2011 perjuangan itu menuai akhir, yakni memenangi gugatan di Pengadilan Den Haag, Belanda, atas peristiwa yang terjadi 64 tahun silam. Hakim memutuskan Pemerintah Belanda bersalah dan harus memberikan kompensasi kepada para janda dan korban pembantaian Rawagede 1947.
Selasa pagi, 9 Desember 1947, menjadi hari kelabu bagi warga Rawagede (sejak tahun 1950 Desa Rawagede dimekarkan menjadi empat desa, yaitu Balongsari, Mekarjaya, Purwamekar, dan Sekarwangi). Pasukan Belanda menyerbu desa yang menjadi basis gerilya Kapten Lukas Kustarjo. Lukas diincar karena sering menyergap tentara Belanda. Karena tak ketemu, tentara Belanda mengumpulkan penduduk, menanyakan persembunyian Lukas dan memberondong mereka hingga tewas.
Keputusan Pengadilan Den Haag yang memenangkan penggugat membuat Rawagede ”terpompa”. Monumen Perjuangan Rawagede yang berdiri di tengah permukiman mendadak riuh pengunjung. Taman Makam Pahlawan Sampurna Raga, di belakang monumen itu, kebanjiran peziarah. Istri, anak, cucu, dan sanak korban Rawagede 1947 menerima kompensasi jutaan rupiah.
Nyonya Tijeng (85), satu dari sembilan janda itu, berniat mewujudkan cita-citanya membangun rumah. Setelah puluhan tahun hidup berimpitan dengan anak, menantu, dan cucu, dia berkesempatan menambah luas rumahnya. Sementara keluarga Saih bin Sakam (almarhum) akan menggunakan dana kompensasi untuk modal usaha.

Tak tergantikan
Bagi Sukarman, dana kompensasi tersebut hanya satu pencapaian. Jauh sebelum bolak-balik Indonesia-Belanda bersama para janda dan korban kekerasan Rawagede untuk mengikuti persidangan, ia telah berjuang memajukan desa. Sejak terpilih menjadi kepala desa tahun 1977, ia mencurahkan sebagian besar waktunya untuk Desa Balongsari.
Sukarman terbilang dicintai warganya. Sejumlah terobosannya tak hanya membuat Balongsari menjadi terkenal, tetapi juga membuat posisinya sebagai kepala desa ”tak tergantikan”. Sukarman didaulat menjadi lurah beberapa periode pada kurun 1977-1996.
Saat mengupayakan pengobatan gratis bagi warganya yang tak mampu, Sukarman memanfaatkan kemampuannya menggelar acara hiburan. Tahun 1980, misalnya, ia memutar dana sumbangan Rp 750.000 dari dermawan untuk memanggil pelawak Bokir. Acara itu menyedot pengunjung. Saldo dana sumbangan berlipat menjadi Rp 2 juta.
Untuk program lain, Sukarman memanfaatkan trik serupa. Tahun 1982 ia mengundang pemain sepak bola saat itu, Ronny Pattinasarany, datang dan menghibur warga di lapangan sepak bola Desa Balongsari. Acara ini pun melipatgandakan dana kesehatan masyarakat lewat penjualan karcis dari Rp 2 juta menjadi Rp 7 juta.
Hasil dari berbagai kegiatan kreatif itu digunakan untuk kesejahteraan warga. Selain menggratiskan biaya pengobatan kuli dan buruh di puskesmas desa, dana juga digunakan untuk keperluan lain, seperti kain kafan dan perlengkapan pemakaman.
Saat menjabat kepala desa, Sukarman menggratiskan kebutuhan pemakaman bagi keluarga miskin. Kebijakan itu berawal dari keprihatinan akan penanganan jenazah warga miskin yang seadanya. Akibat keterbatasan biaya, jenazah terkadang hanya ditutup kain seadanya.
”Malu karena tidak punya biaya, warga miskin kadang tak mengabarkan kematian anggota keluarganya kepada warga desa. Pernah suatu ketika saya mendapati warga sudah beberapa bulan meninggal, tetapi saya (sebagai kepala desa) baru tahu saat berkunjung ke rumahnya,” ceritanya.
Atas sejumlah kiprah itu, Desa Balongsari menyabet sejumlah penghargaan dari pemerintah. Pada 1981- 1983, misalnya, Balongsari menjadi Juara Gerakan Hidup Sehat dari Departemen Kesehatan. Balongsari juga menjadi juara nasional program Keluarga Berencana tahun 1983.

Telusuri sejarah
Saat terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karawang, Sukarman masih menjabat Kepala Desa Balongsari. Tugas sebagai lurah lalu dia lepaskan.
Di luar kesibukannya sebagai lurah, lalu anggota legislatif, Sukarman menelusuri sejarah Desa Balongsari dan menuliskannya. Selain kegemarannya pada sejarah, penelusuran itu didasari keprihatinan akan minimnya pengetahuan kaum muda terhadap tragedi pembantaian di desanya.
Dalam kurun 1990-1992, Sukarman merampungkan buku Riwayat Singkat Taman Pahlawan Rawagede, hasil penelusuran dan wawancaranya dengan korban dan saksi tragedi Rawagede serta para tokoh. Tahun 1993 buku setebal 40 halaman itu dicetak dan diedarkan secara terbatas.
Tanpa disadari Sukarman, bukunya melanglang buana hingga ke Belanda. Stasiun televisi komersial di Belanda, RTL-5, datang ke Rawagede untuk menelusuri jejak tragedi tahun 1947. ”Entah dapat dari mana, mereka (kru RTL-5) datang ke sini dengan membawa buku itu.”
Tahun 1995 RTL-5 menayangkan film dokumenter peristiwa pembantaian warga sipil di Rawagede. Dokumentasi itu antara lain melaporkan 431 warga Rawagede tewas akibat pembantaian pasukan Belanda pada 9 Desember 1947.
Menurut Sukarman, buku yang sama juga dibawa Pangdam III Siliwangi saat itu, Mayor Jenderal Tayo Tarmadi, ke desanya tahun 1995. ”Beliau menginisiasi pembangunan Monumen Rawagede, yang diresmikan pada 12 Juli 1996.”
Sukarman terlibat langsung dalam proses pencarian dana dan pembangunannya. Monumen dibangun sebagai gerbang masuk Taman Makam Pahlawan Sampurna Raga. Yayasan Rawagede yang dia pimpin mengelola monumen yang menjadi obyek wisata sejarah itu.
Ia juga aktif memperjuangkan para janda dan korban Tragedi Rawagede untuk mendapatkan haknya. Dia mencatat, jumlah janda korban yang masih hidup pada tahun 1990 ada 51 orang, lalu 28 orang (tahun 2000), dan 9 orang saat gugatan dilayangkan kepada Pemerintah Belanda tanggal 15 April 2008.
Pada 2008-2011, selain mengikuti persidangan di pengadilan Den Haag, Sukarman serta beberapa janda dan saksi hidup diundang untuk memberikan kesaksian dan menceritakan kisah pembantaian di beberapa perguruan tinggi di Belanda.
”Vonis pengadilan Den Haag membuka mata, penanganan pelanggaran hak asasi manusia tak kenal kedaluwarsa meski peristiwanya terjadi 64 tahun lalu,” katanya.
»»  Baca Selanjutnya...