Selasa, 17 Juli 2012

Efek Menunda Imunisasi bagi Anak


Jadwal imunisasi yang dibuat oleh dokter sebenarnya dirancang berdasarkan efektivitas kerja vaksin dan reaksi kekebalan tubuh anak. Karena itulah pemberian imunisasi sesuai jadwal akan menghasilkan hasil yang optimal.

Tetapi kebanyakan orangtua sengaja menunda jadwal imunisasi karena kondisi anaknya dirasa sedang tidak fit. Adakah efek penundaan tersebut terhadap kekebalan tubuh anak?

Menurut dr.Hanifah Oswari, spesialis anak dari FKUI/RSCM Jakarta, pada dasarnya tidak ada kata terlambat untuk memberikan imunisasi pada anak. "Terlambat boleh saja selama si anak belum kena penyakitnya," katanya.

Imunisasi merupakan usaha tubuh untuk membentuk kekebalan terhadap suatu penyakit. Jika jeda atau interval dari pemberian satu vaksin ke vaksin ulangannya cukup jauh, maka kemampuan tubuh untuk mengenali suatu virus atau bakteri menjadi lebih lama.

Hanifah menjelaskan, sebenarnya pilek, demam ringan, atau batuk bukanlah kontraindikasi terhadap imunisasi sehingga imunisasi tidak perlu ditunda. "Yang termasuk kontraindikasi adalah adanya gangguan kekebalan tubuh seperti anak yang menderita kanker atau HIV/AIDS," tandasnya.

Namun apabila orangtua merasa cemas jika anaknya yang sedang kurang fit diimunisasi, boleh saja imunisasi ditunda beberapa hari.

Mengenai adanya efek samping setelah anak diimunisasi biasanya hal itu tergantung pada kekebalan tubuh. Efek samping yang sering ditemui pasca imunisasi antara lain bengkak dan kemerahan di sekitar lokasi suntikan, demam ringan, atau anak menjadi agak rewel.

Namun para ibu diharapkan tak perlu takut pada efek samping pasca imunisasi yang biasanya ringan. Yang perlu ditakutkan adalah penyakit yang mungkin timbul jika anak tidak dilindungi imunisasi.
»»  Baca Selanjutnya...

Kucing Persia Jadi Primadona


Kucing persia medium kini menjadi tren binatang peliharaan di Kota Bojonegoro. Salah satu toko binatang peliharaan di Kota Ledre, Ann Pet Shop kini menjadi tujuan utama para pecinta kucing, baik persia maupun anggora.

Pemilik toko di Jalan Panglima Polim itu, Ana Zulaikha mengatakan, dalam satu minggu ada dua sampai tiga pembeli kucing peliharaan. "Saat ini, kucing persia dan anggora sedang menjadi tren mengikuti daerah lain yang sudah lebih dulu," terang Ana.

Adapun harga untuk kucing persia sendiri saat ini berkisar antara Rp700.000 hingga Rp1,3 juta. Sedangkan untuk kucing anggora harganya lebih murah mulai dari Rp400.000 sampai Rp500.000.

Ana menambahkan untuk perawatan kucing juga relatif mudah, karena persia dan anggora tergolong kucing rumahan yang jarang di luar, sehingga bulu-bulunya tidak mudah rusak dan rontok.

Selain kucing, Ann Pet Shop juga menyediakan binatang peliharaan lain, seperti landak, hamster dan hamtaro. Setiap harinya ada dua pasang hamster yang terjual dengan harga Rp1.500 sampai Rp100.000 per ekor.

Di samping menjual binatang peliharaan, toko yang berdiri sejak empat tahun lalu ini juga menerima jasa klinik, memandikan dan penitipan binatang peliharaan.
»»  Baca Selanjutnya...

Polisi Jatim Bikin Desa Online Masuk MURI


Program pelayanan “Polda Jatim Satu Genggaman” yang diresmikan oleh Kepala Kepolisian RI, Jenderal Timur Pradopo, meraih penghargaan dan tercatat dalam Museum Rekor Indonedia (MURI).
Kapolri meresmikan program ini bersama Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI H. Murdjito, dan Gubernur Jatim Soekarwo di Markas Polda Jatim, Senin, 16 Juli 2012 .
“Polda Jatim mendapat rekor MURI karena telah memprakarsai program satu desa satu polisi ini,” kata Perwakilan dari MURI, Paulus Panka. Ia berharap inovasi ini akan digunakan oleh Polda-Polda lainnya.
Program ini adalah sistem teknologi yang menyajikan pemetaan daerah yang memiliki kerawanan serta potensi geografis, sosial, ideologi, politik, budaya, ekonomi, jumlah penduduk dan kontak alamat tokoh-tokoh masyarakat di setiap desa di Jawa Timur.
Sistem ini dipimpin polisi Bintara Pembina Kamtibmas (Babin Kamtibmas) yang harus memperbarui informasi atau kejadian yang disajikan secara online di masing-masing desa. Satu polisi bertanggung jawab terhadap satu desa. Di Jawa Timur ada sebanyak 8.523 desa yang tersebar di 38 kota/Kabupaten.
“Pelayanan dan tindakan akan lebih cepat karena semua kejadian tersaji secara online dan lengkap. Tujuannya agar Jawa Timur makin kondusif,” kata Kepala Polda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Hadiatmoko.
Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan program ini adalah salah satu sistem reformasi birokrasi dalam aparatur penegakan hukum. Deteksi ini, kata dia, bisa dilakukan dengan cepat dan tindakannya dalam satu komando.
Gubernur Jatim, Soekarwo, mengatakan dengan semua data tersaji secara online, maka akan mengurangi pertemuan secara langsung. Pertemuan langsung, kata dia, secara otomatis akan mengurangi pungutan liar. “Dan yang paling penting tolak ukurnya efektivitas adalah tingkat kepuasan masyarakat,” katanya.
Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo mengatakan institusi yang dipimpinnya terus mempunyai komitmen untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang murah, cepat, dan bisa dipertanggungjawabkan secara transparan (akuntabilitas).
Ia mengingatkan program ini harus terus dikontrol terus menerus sehingga data yang tersaji selalu update. Kontrol ini, kata dia, harus dilakukan komandannya dengan mau turun ke lapangan. “Kalau tidak dikontrol komandannya, maka polisi hanya tidur saja,” ujar dia.
Timur mengatakan program ini harus bersinergis dengan kepentingan pemerintah daerah. Karena itu harus ada dukungan anggaran dari daerah. “Jangan sampai minta-minta dan membebani masyarakat,” katanya
»»  Baca Selanjutnya...

Batik Sumurgung Berpotensi Rebut Pasar Batik Gedog

Persaingan pasar batik tidak hanya terjadi antara antara batik Gedog Tuban dengan batik Pekalongan dan Solo. Di tingkat lokal-pun, batik yang telah ditetapkan sebagai produk unggulan Industri Kecil Menengah (IKM) Kabupaten Tuban ini, mendapat pesaing yang lumayan berat. Batik Sumurgung atau lebih dikenal dengan batik Bongkol karena sentra kerajinan ini ada di wilayah Dusun Bongkol, Desa Sumurgung, Kecamatan Tuban Kota, perlahan namun pasti menggusur dominasi batik Gedog Kerek.

Darsono (43), salah seorang pengusaha dan perajin batik Bongkol, mengatakan, jumlah pesanan batik Bongkol terus meningkat setahun terakhir. Dalam sebulan saja, kata Darsono, 7.500 lembar batik produksinya mampu terserap pasar. Saat ini memang baru empat pengusaha batik yang memproduksi batik Bongkol. Itu pun baru Darsono yang total memproduksi batik Bongkol,sedang tiga pengusaha lainnya masih sesekali memproduksi batik Gedog. Namun melihat trend batik Bongkol yang terus naik itu, Darsono optimis dua-tiga tahun ke depan para pembatik di tempat itu akan kembali beralih ke batik Bongkol dan meninggalkan batik Gedog sama sekali.

“Tanda-tanda ke arah itu sudah ada. Dulu pembatik menggarap gedog dan meninggalkan batik aseli sini, karena pasar tahunya batik Tuban ya gedog itu. Lha yang gencar dipromosikan kan batik Gedog, jadi batik lainnya seperti batik Bongkol ini tenggelam. Tapi saya optimis keadaan akan berbalik. Batik Bongkol ini akan mengambil alih popularitas Batik Gedog,” kata Darsono saat menerima sosialnews.com di rumah yang sekaligus tempat produksinya, Dusun Bongkol, Desa Sumurgung, Kecamatan Tuban Kota, Senin (16/7).

Konsumen batik, lanjut Darsono, pelahan akan berbondong-bondong berpindah ke Batik Bongkol lantaran dari beberapa aspek batik ini lebih mampu diterima pasar ketimbang batik Gedok Kerek. Batik Bongkol hanya dibandrol Rp 25-30 ribu/lembar, sementara batik Gedog Kerek masih berkisar Rp 30-150 ribu/lembarnya. Keunggulan lainnya, batik Bongkol ini tidak membutuhkan kain khusus. Semua jenis kain pabrikan bisa menjadi bahan batik Bongkol. Ini jelas memungkinkan batik Bongkol diproduksi dalam jumlah lebih besar mengingat kemudahan bahan bakunya, sehingga permintaan pasar berapa-pun akan mampu terlayani. Kemampuan ini tidak dimiliki batik Gedog Kerek lantaran bahan yang dipakai adalah kain tenun gedog yang tidak bisa diproduksi massal dalam waktu singkat.

“Dari segi kualitas kain, batik Gedog lebih unggul. Tetapi pasar menghendaki harga yang lebih terjangkau. Toh kualitas batik Bongkol ini tak beda jauh dengan batik Gedog, karena sama-sama dikerjakan secara tradisional,” kata Darsono.

Untuk pasar lokal sendiri, sambung Darsono, memang belum seberapa besar share yang didapat. Konsumen lokal bahkan masih lebih mengenal batik Gedog ketimbang batik Bongkol. Tapi melihat antusiasme pasar non lokal yang demikian tinggi terhadap batik ini, Darsono yakin dalam waktu yang tidak lama batik Bongkol akan mampu merajai pasaran lokal. Bukan saja batik Gedog yang berpeluang tergeser, tetapi batik produk para perajin Solo dan Pekalongan yang selama ini masih menjadi penguasa pasar, juga bakal mampu didesaknya. Terlebih lagi, motif batik Bongkol ini lebih variatif ketimbang batik Gedog Kerek yang terlihat monoton.

Tetapi sayangnya, potensi besar ini belum mendapat respon positif dari Pemerintah setempat. Pemkab Tuban sendiri masih terpaku pada batik Gedog sebagai produk kerajinan unggulan Bumi Ronggolawe ini. Selama ini, kata Darsono, para perajin batik Bongkol berusaha sendiri mengeksiskan batik warisan asli leluhur masyarakat setempat itu. Kepala Bagian Industri Dinas Perekonomian dan Pariwisata, Heru Purnomo, mengakui pihaknya belum sempat masuk ke wilayah batik Bongkol tersebut.

Desa Sumurgung, tempat batik Bongkol itu diproduksi, memang telah ditetapkan masuk kawasan Kampung Batik. Tetapi selama ini batik yang diproduksi para perajin umumnya di kawasan ini tetap batik Gedog, sementara batik Bongkol terkesan tidak terurus. Perajin-perajinnya pun berbondong-bondong menjadi “pekerja” pengusaha batik Gedog. Bahkan tidak sedikit yang hanya mengerjakan finishingnya dengan upah Rp 750/lembar.


“Sehari 15 lembar batik yang bisa saya kerjakan. Ya lumayanlah. Kalau mbatik sendiri nggak ada modal. Apalagi semuanya sekarang memilih batik Gedog,” kata Warsilah, salah seorang perajin.

Warsilah sendiri mengakui order finishing batik Gedog mulai mengalami penurunan lantaran menurunnya permintaan pasar. Warsilah tidak tahu betul apa sebabnya. Namun menurut Heru Purnomo, penurunan pasar batik Gedog itu lantaran rendahnya daya saing batik Gedog. “Batik Gedog tidak cukup memiliki daya saing pasar, karena harganya masih terlalu tinggi menurut ukuran pasar saat ini. Kami upayakan ada pembaharuan tehnik produksi sehingga batik Gedog ini bisa kembali merajai pasar,” kata Heru Purnomo.

Disinggung tentang batik Bongkol yang mulai menggusur batik Gedog, Heru Purnomo mengatakan, pihaknya tidak bisa melakukan intervensi terlalu jauh karena semua tergantung kecenderungan pasar. Disperpar sendiri, kata Heru Purnomo, sejauh ini hanya bisa memberi stimulus agar usaha-usaha seperti itu mampu berkembang dan eksis di pasaran. Ia menampik jika pihaknya “menganak-emaskan” batik Gedog, sehingga batik-batik lain yang ada di Kabupaten Tuban ini mati suri.

Catatan Heru Purnomo sendiri, saat ini tercatat 674 perajin batik yang tersebar di Desa Karang dan Prunggahan Kulon Kecamatan Semanding, Desa Gaji, Desa Margorejo dan Karanglo Kecamatan Kerek, Desa Gesikharjo Kecamatan Palang, dan Desa Sumurgung Kecamatan Tuban Kota. Sayangnya, dari jumlah itu hanya empat perajin batik yang telah memenuhi persyaratan, yakni memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan persyaratan administrasi lainnya. “Keempatnya perajin batik Gedog. Kami berharap para perajin batik lainnya, seperti batik Bongkol itu, juga mengurus persyaratan administratif seperti itu agar kami bisa melakukan pembinaan dengan baik,” pesan Heru Purnomo.

»»  Baca Selanjutnya...

Pasar Jajan Pemuda Berpotensi Sumbang PAD

Meski telah berlangsung puluhan tahun, Pasar Jajan Jl. Pemuda belum dilirik sebagai obyek Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tak ada retribusi yang dipungut dari para pedagang jajanan yang jumlahnya mencapai 60-an orang itu. Masruroh, salah seorang pedagang jajanan di tempat itu mengatakan, sejak ia berdagang di situ 18 tahun lalu, belum pernah sekalipun mengeluarkan duit untuk membayar retribusi. “Nggak pernah ada karcis. Parkirnya juga nggak ada yang bayar. Gratis semua,” kata Masruroh, Minggu (15/7) subuh kemarin.

Menurut Masruroh, Pasar Jajan tersebut bukanlah pasar resmi, tetapi lebih terkesan sebagai pasar dadakan. Masruroh sendiri mengaku kurang tahu siapa yang mengawali jualan di lokasi itu. Waktu ibu empat anak warga Kecamatan Merakurak ini pertama kali jualan, pasar jajan itu telah ramai pedagang. “Memang lebih ramai sekarang. Tapi dulu sudah banyak yang jualan waktu saya ke sini,” kata Masruroh.

Sejak pukul 04.00 para pedagang jajan mulai menggelar dagangannya di tempat itu. Puncak keramaian terjadi antara pukul 04.30 – 05.30. Pada jam-jam itu transaksi yang berlangsung bisa sampai Rp 10 juta. Pasar jajan itu memang lebih digunakan sebagai area “kulakan” para penjual jajanan. Ada lebih dari 100-an penjual jajanan, yang setiap pagi melakukan transaski di pasar kaget Jl. Pemuda ini. Tapi bagi yang membeli dalam jumlah kecil pun, para pedagang tetap melayaninya.

Omzet yang diperoleh para pedagang jajanan itu memang tidak seberapa. Masruroh mengaku, omzet maksimal yang bisa dia kumpulkan hanya mencapai Rp 200 ribu. “Rata-rata tiap harinya ya dapat Rp 80-100 ribuan kotor. Bersihnya ya cuma Rp 25 ribu,” kata Masruroh.

Lepas pukul 06.30, pasar jajan ini telah sepi. Jika jajanan dagangannya masih tersisa, para pedagang membawanya ke Pasar Baru Tuban atau dijajakan keliling dari kampung ke kampung. Masruroh mengaku sedikitnya Rp 500 ribu duit yang dibutuhkan untuk bisa mendapat aneka rupa jajanan yang bakal dijualnya di pasar jajan itu. “Kalau nggak habis ya nggak dapat untung. Semua jajanan yang dijual di sini nggak ada yang pakai pengawet,” kata Masruroh.

Kepala Bagian Perdagangan Dinas Perekonomian dan Pariwisata Tuban, Imron Achmadi, membenarkan bila pihaknya tidak pernah mengenakan pungutan apapun terhadap pedagang Pasar Jajan tersebut. Retribusi, kata Imron Achmadi, hanya dikenakan pada pasar yang dikelola Pemkab. Sementara pasar-pasar kaget seperti pasar jajan di Jl Pemuda ini di luar tanggung jawab Pemkab.

Imron Achmadi mengakui potensi pasar jajan itu lumayan besar bila dikelola dengan baik, tidak dibiarkan berjalan apa adanya seperti selama ini. “Tapi mungkin lebih tepat dikelola bagian pariwisata. Potensinya lebih besar ke arah pariwisata karena di pasar jajan itu aneka jajanan tradisional bisa ditemukan,” kata Imron Achmadi.

Pandangan serupa disampaikan Solikin, warga setempat. Menurutnya, pasar jajan itu akan lebih bagus bila pihak Pemkab ikut campur tangan. Solikin khawatir, bila dibiarkan tanpa pengelolaan dari pihak-pihak berwenangan, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan pasar jajan itu untuk kepentingannya pribadi. “Selama ini memang belum tedengar ada pihak-pihak yang melakukan pungutan pada pedagang. Tapi tidak menutup kemungkinan akan ada, karena pasar jajan ini makin ramai. Pedagangnya makin banyak, dan yang beli pun sekarang tidak hanya para penjual jajan. Lihat kalau hari minggu, warga yang jalan-jalan pagi mesti mampir ke pasar jajanan. Ini potensial banget buat dikembangkan lebih baik lagi, menjadi wisata kuliner misalnya,” komentar Solikin.
»»  Baca Selanjutnya...

Karnaval Pelajar di Tuban Memperingati HUT RI Ke-67


Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke - 67 di Tuban, menggelar Pawai Budaya Nusantara SMP dan SMA yang diikuti oleh 26 Lembaga SMP dan SMA di Kabupaten Tuban. Hari Senin (16/07/2012), Kota Tuban sesak dengan kerumunan warga yang mengikuti kegiatan atau sekedar menyaksikan kemeriahan Pesta Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Ketua Pelaksana Kegiatan, Sunaryo mengatakan, terselenggaranya kegiatan ini murni ditujukan untuk memeriahkan HUT RI yang ke – 67. “Tujuan dari Pawai Budaya Nusantara ini adalah untuk menghibur pengunjung sekaligus memfasilitasi para peserta pawai untuk mempromosikan Sekolahnya masing-masing agar lebih dekat dengan masyarakat”, tuturnya.

Dari masing – masing Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) menampilkan beragam karakter kebudayaan dan pertunjukan. Bupati Tuban H.Fathul Huda yang saat itu mengenakan celana dan kaos merah putih, melepas Pawai didampingi beberapa pimpinan, tidak terkecuali Sutrisno, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda, dan Olah Raga.

Animo masyarakat mengikuti pesta yang mendekati Bulan Ramadhan ini cukup besar. Putra, salah satu warga kota ini mengatakan, “Pawai ini sangat meriah, masing – masing Sekolah memperlihatkan kreatifitasnya. Mungkin salah satu factor kemeriahan ini karena mendekati Bulan Puasa mas.”

Mulai dari Alun – alun Kota Tuban hingga Bundaran Patung Letda Sucipto, warga Tuban tumpah ruah di sepanjang jalan yang dilewati Peserta Pawai. Tidak ketinggalan ribuan pedagang kaki lima tampak menjajakan dagangannya sejak Pagi hari.

Di lain pihak, banyak warga yang menyayangkan tidak adanya Karnaval Umum sejak 6 tahun terakhir. Saat ditemui oleh wartawan media ini, salah satu warga yang sedang menyaksikan kemeriahan Pawai hari ini mengatakan, “Sayangnya Karnaval 17 Agustus sudah tidak pernah lagi yang untuk umum mas. Ini cuma Anak – anak Sekolah. Sejak tragedi pilkada 6 tahun silam, sudah tidak ada lagi Karnaval untuk umum. Padahal ekspresi masyarakat dengan Karnaval Umum bisa kita lihat dan sangat bagus,” tutur Abdul salah seorang warga dari Kecamatan Merakurak.

Setidaknya ada puluhan Mobil Karnaval yang melintas. Tidak ketinggalan, Ronggomania supporter kesebelasan “Persatu” Tuban, ikut mengelilingi Kota pada barisan terakhir Peserta Pawai. Meskipun di luar konteks “Sekolahan”, kehadiran Ronggomania ikut berperan dalam meramaikan pesta hari ini.

Ruas jalan Kota Tuban mulai penuh dengan warga sejak selepas Dhuhur, Karnaval yang menghabiskan biaya puluhan juta rupiah ini dimulai dari Area Alun-alun Tuban, atau tepat di depan halaman Kantor Bupati melewati jalan Veteran, jalan Basuki Rahmad, Jalan Sunan Kalijaga yang berakhir di Gedung Olah Raga Pemkab Tuban.
»»  Baca Selanjutnya...

Tunjangan Fungsional Guru Madrasah Tuban Cair Bulan Juli 2012


Tunjangan Fungsional (TF) dari pemerintah pusat yang diperuntukkan bagi Guru Madrasah senilai Rp. 4,5 Milyar lebih, akan cair beberapa hari kedepan. Hal ini disampaikan Kasi Mapenda Kementrian Agama (Kemenag), Kab. Tuban, Moh. Muhlisin Mufa, Senin (16/07/2012).

Dijelaskan sebanyak 3.042 Guru Madrasah akan mendapat tunjangan ini, dan total anggaran Rp. 4.563.000.000. Dengan penerima sebanyak 1.809 Guru non S1, dan 1.233 Guru S1.

Setiap Guru penerima akan mendapatkan dana Rp. 1.500.000 dipotong pajak 5 persen dan akan langsung ditransfer ke masing-masing rekening Guru penerima. Dengan rincian tiap bulan masing-masing Guru menerima tunjangan sebesar Rp. 250.000 dan diterimakan dalam setiap 6 bulan sekali.

Kasi Mapenda menegaskan pihaknya tidak membenarkan jika terjadi potongan-potongan diluar ketentuan yang mengatas namakan dirinya maupun Kementerian Agama Kab. Tuban,” dana langsung ke rekening Guru. Dan jika ada Guru penerima yang tidak sesuai aturan akan dengan tegas diminta untuk dikembalikan ke kas negara,” tegasnya.

Diketahui, sejumlah hal yang dapat mengugurkan sebagai Guru penerima TF adalah sudah tidak mengajar lagi. Pensiun, beralih Profesi dan mengajar kurang dari 24 jam pelajaran. Dengan ketentuan tiap jam pelajaran tingkat RA selama 30 menit. Tingkat MI tiap jam pelajaranya selama 35 menit, MTs tiap 1 jam pelajaranya selama 40 menit dan MA selama 45 menit.
»»  Baca Selanjutnya...

Tanjakan Dusun Ledok Desa Ngrejeng Menelan Korban


Sebuah Truck Bak bermuatan kayu gelondongan dan 10 orang terguling di tanjakan jalan Dusun Ledok, Desa Ngrejeng, Kecamatan Grabagan, Kabupaten Tuban. Saat itu Truck tidak kuat naik dan remnya mengalami blong sehingga Truck berjalan mundur dan terguling. Akibatnya, satu korban tewas, Senin (16/07/2012).

Korban tewas dalam kecelakaan tergulingnya Truck Bak bermuatan kayu gelondongan tersebut adalah Abdul Mu'is (26), warga Desa Sumurgung, Kecamatan Motong, Kabupaten Tuban lantaran tertimpa kayu berukuran besar.

Kejadian kecelakaan tersebut berawal saat Truck Bak nopol K 1618 KN yang bermuatan kayu berjalan dari arah Barat menuju Timur. Pada saat di jalan menanjak di lokasi kejadian yang kondisinya belok ke Kanan, Truck tidak kuat naik sehingga truck tersebut langsung mundur.

Lantaran diduga rem truck mengalami blong, sehingga truck yang dikemudikan Aji (23), warga Guwoterus, Kecamatan Motong, Tuban itu tidak bisa terkendali sehingga saat mundur Truck langsung terguling dan muatannya langsung tumpah bersama dengan semua penumpangnya.

Saat kejadian tergulingnya Truck tersebut, sejumlah penumpang yang berada di atas Truck banyak yang melompat untuk menyelamatkan diri. Namun, korban Abdul Mu'is saat itu tidak bisa menyelamatkan diri sehingga tertimpa salah satu kayu gelondongan tersebut.

"Diduga rem Truck mengalami blong dan pada saat jalan tanjakan Truck tidak kuat naik sehingga mundur dan terguling, namun kita masih melakukan penyelidikan terkait kecelakaan itu," terang Kasatlantas Polres Tuban, AKP Sugeng ST.

Selain satu korban jiwa, ada 3 korban lainnya juga mengalami luka-luka lantaran terjatuh dari Truck tersebut. Untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan tunggal ini, petugas telah melakukan pemeriksaan terhadap pengemudi Truck dan melakukan olah TKP.
»»  Baca Selanjutnya...

Komunitas Motor Besar Tuban (KOMBAT)



Memiliki motor besar atau lazim disebut Motor Gede (Moge), hanyalah sebuah impian bagi sebagian besar orang, karena memang harganya selangit. Namun demikian telah menjadi trend di beberapa daerah di Indonesia dan membentuk komunitas, tidak terkecuali pecinta Motor Gede di Tuban. Minggu (15/07/2012).

Comunitas Motor Besar (Combat) adalah Komunitas Sepeda Motor Besar di Tuban, berdiri sejak tahun 2009, sampai saat ini baru beranggotakan 25 orang yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Tuban.

“Komunitas Motor Besar Tuban (Kombat) tahun 2009 mulai berdiri, dengan total anggota 25 orang,” terang Hengky dalam sambutanya pada acara ulang tahun Kombat Tuban yang ke-3 di Gedung Graha Sandya Tuban. 

Dibentuknya Komunitas Motor Besar Tuban adalah untuk menyatukan dan memperat persaudaraan antar pecinta motor besar sebagai tujuan utama Komunitas. Disamping itu Komunitas Motor Besar ingin menunjukan sebagai Komunitas Sepeda Motor yang bermoral serta berjiwa sosial, sehingga gerakan ini akan dapat mengikis paradigma yang sekarang beredar bahwa Komunitas Sepeda Motor yang ada penuh dengan arogansi.

“Komunitas ini dibentuk dengan tujuan mengumpulkan sesama pecinta Motor Besar serta ingin menunjukan bahwa Komunitas Sepeda Motor tidak semua berkelakuan buruk yang selama ini dianggap masyarakat.” Tandas pria yang sehari-hari berprofesi sebagai dokter ini.

“Selain memperkuat jalinan kekeluargaan antar pecinta Sepeda Motor Besar, juga sering mengadakan kegiatan sosial dengan memberikan santunan kepada yatim piatu serta pada saat Bulan Ramadhan mengadakan buka puasa serta memberikan bingkisan kepada masyarakat miskin pada akhir Bulan Ramadhan,” tambahnya.

Selama 3 tahun Komunitas Motor Besar di Tuban perkembanganya tidak begitu signifikan hal ini disebabkan untuk bisa bergabung persyaratanya seseorang harus mempunyai Motor dengan batas minimal 450 CC.

“Untuk bisa masuk menjadi Anggota Comunitas Motor Besar Tuban (Combat) harus mempunyai motor minimal 450 CC, selain itu tidak ada persyaratan yang lain,” terang Widya Winarno salah satu anggotanya.

Hal senada terucap, Bima ( 29 ) salah satu anggota Komunitas, “Kemanfaatan yang bisa diambil dari menjadi Anggota Komunitas banyak kenal dengan teman antar Komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia,  juga memperbanyak pengalaman keilmuan tentang sekitar Motor Besar ini.

“Disamping itu banyak kegiatan positif yang dilakukan Komunitas diantaranya dengan kepedulianya kepada warga yang miskin.” Pungkasnya.
»»  Baca Selanjutnya...