Meski telah berlangsung puluhan tahun, Pasar Jajan Jl. Pemuda belum dilirik sebagai obyek Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tak ada retribusi yang dipungut dari para pedagang jajanan yang jumlahnya mencapai 60-an orang itu. Masruroh, salah seorang pedagang jajanan di tempat itu mengatakan, sejak ia berdagang di situ 18 tahun lalu, belum pernah sekalipun mengeluarkan duit untuk membayar retribusi. “Nggak pernah ada karcis. Parkirnya juga nggak ada yang bayar. Gratis semua,” kata Masruroh, Minggu (15/7) subuh kemarin.
Menurut Masruroh, Pasar Jajan tersebut bukanlah pasar resmi, tetapi lebih terkesan sebagai pasar dadakan. Masruroh sendiri mengaku kurang tahu siapa yang mengawali jualan di lokasi itu. Waktu ibu empat anak warga Kecamatan Merakurak ini pertama kali jualan, pasar jajan itu telah ramai pedagang. “Memang lebih ramai sekarang. Tapi dulu sudah banyak yang jualan waktu saya ke sini,” kata Masruroh.
Sejak pukul 04.00 para pedagang jajan mulai menggelar dagangannya di tempat itu. Puncak keramaian terjadi antara pukul 04.30 – 05.30. Pada jam-jam itu transaksi yang berlangsung bisa sampai Rp 10 juta. Pasar jajan itu memang lebih digunakan sebagai area “kulakan” para penjual jajanan. Ada lebih dari 100-an penjual jajanan, yang setiap pagi melakukan transaski di pasar kaget Jl. Pemuda ini. Tapi bagi yang membeli dalam jumlah kecil pun, para pedagang tetap melayaninya.
Omzet yang diperoleh para pedagang jajanan itu memang tidak seberapa. Masruroh mengaku, omzet maksimal yang bisa dia kumpulkan hanya mencapai Rp 200 ribu. “Rata-rata tiap harinya ya dapat Rp 80-100 ribuan kotor. Bersihnya ya cuma Rp 25 ribu,” kata Masruroh.
Lepas pukul 06.30, pasar jajan ini telah sepi. Jika jajanan dagangannya masih tersisa, para pedagang membawanya ke Pasar Baru Tuban atau dijajakan keliling dari kampung ke kampung. Masruroh mengaku sedikitnya Rp 500 ribu duit yang dibutuhkan untuk bisa mendapat aneka rupa jajanan yang bakal dijualnya di pasar jajan itu. “Kalau nggak habis ya nggak dapat untung. Semua jajanan yang dijual di sini nggak ada yang pakai pengawet,” kata Masruroh.
Kepala Bagian Perdagangan Dinas Perekonomian dan Pariwisata Tuban, Imron Achmadi, membenarkan bila pihaknya tidak pernah mengenakan pungutan apapun terhadap pedagang Pasar Jajan tersebut. Retribusi, kata Imron Achmadi, hanya dikenakan pada pasar yang dikelola Pemkab. Sementara pasar-pasar kaget seperti pasar jajan di Jl Pemuda ini di luar tanggung jawab Pemkab.
Imron Achmadi mengakui potensi pasar jajan itu lumayan besar bila dikelola dengan baik, tidak dibiarkan berjalan apa adanya seperti selama ini. “Tapi mungkin lebih tepat dikelola bagian pariwisata. Potensinya lebih besar ke arah pariwisata karena di pasar jajan itu aneka jajanan tradisional bisa ditemukan,” kata Imron Achmadi.
Pandangan serupa disampaikan Solikin, warga setempat. Menurutnya, pasar jajan itu akan lebih bagus bila pihak Pemkab ikut campur tangan. Solikin khawatir, bila dibiarkan tanpa pengelolaan dari pihak-pihak berwenangan, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan pasar jajan itu untuk kepentingannya pribadi. “Selama ini memang belum tedengar ada pihak-pihak yang melakukan pungutan pada pedagang. Tapi tidak menutup kemungkinan akan ada, karena pasar jajan ini makin ramai. Pedagangnya makin banyak, dan yang beli pun sekarang tidak hanya para penjual jajan. Lihat kalau hari minggu, warga yang jalan-jalan pagi mesti mampir ke pasar jajanan. Ini potensial banget buat dikembangkan lebih baik lagi, menjadi wisata kuliner misalnya,” komentar Solikin.
0 Komentar:
Posting Komentar