Selasa, 12 November 2013

Dirgahayu Kabupaten Tuban Yang Ke-720 Tahun

Asal-Usul Tuban
Sebuah daerah di Indonesia seluruhnya memiliki sebuah nama seperti halnya manusia. Hutan, sungai, daerah pertanian, air terjun, jurang, kota, desa dan lembah semua memiliki nama. Penamaan sebuah daerah di Indonesia di dasarkan pada adanya sebuah tempat terkenal di daerah tersebut, Selain itu juga didasarkan pada sebuah tanaman di sebuah daerah, dan semua itu dikaitkan dengan sebuah legenda yang terjadi di daerah itu.

Pemberian nama Tuban didasarkan pada beberapa hal, yaitu Legenda, Ciri khas daerah Tuban, Tanaman khas yang terdapat di daerah Tuban.

Pertama legenda, kisah legenda yang diangkat terjadi pada masa kerajaan Majapahit. Ketika itu Kerajaan Majapahit sedang jatuh ke tangan Raden Patah Sultan Demak, Benda-benda beharga kerajaan Majapahit semua dipindahkan ke Demak. Ketika proses pemindahan, seluruh kekayaan berupa emas dan benda pusaka telah diangkut menggunakan kereta kuda. Namun, dari sekian banyak benda rampasan terdapat dua batu pusaka yang tertinggal, dan seluruh prajurit tidak mampu membawa batu tersebut. Maka, Raden Patah kemudian meminta bantuan burung bangau untuk memindahkan batu pusaka itu. Batu pusaka kemudian dibawa terbang burung bangau menuju Demak. Ketika terbang melintas di daerah pesisir, terdapat anak-anak gembala yang melihat burung bangau itu terbang sangat aneh, kemudian anak-anak gembala mengejek burung bangau. Burung bangau marah karena ejekan tersebut, sehingga burung bangau kehilangan konsentrasi dan kemudian batu pusaka tersebut di wilayah itu. Wilayah tempat jatuhnya batu pusaka itu kemudia dinamakan dengan Tuban, Kepanjangan dari waTu tiBan (Batuh Jatuh).

Selain cerita bangau yang menjatuhkan batu pusaka dari Majapahit ke Demak, nama Tuban juga di dasarkan pada cerita pendirian wilayah Tuban. Cerita ini dimulai ketika Raden Arya Dandang Wacana membuka hutan Papringan untuk dijadikan kadipaten baru, secara tidak sengaja kemudian keluar sumber air sangat deras, Kemudian, tempat itu dinamakan Tuban dari asal kata meTu Banyu (Keluar Air).

Secara etimologi Tuban berasal dari kata tuban (bahasa kawi) yang artinya Jeram. Menurut S. Prawiroatmojo dalam Bausastra Jawa Indonesia berarti air lata, air terjun. Nama ini dicetuskan karena adanya beberapa air terjun di daerah Kabupaten Tuban, seperti air terjun Nglirip Kecamatan Singgahan, air terjun Banyulase Kecamatan Semanding, sementara air lata terdapat di Ngerong Kecamatan Rengel. Keseluruhan tempat tersebut merupakan pusat keramaian daerah Tuban pada masa kerajaan dan Rengel menjadi pusat pemerintahan sebelum dipindahkan ke daerah Tuban sampai saat ini. Hal itu di dasarkan pada penemuan benda-benda bersejarah di daerah Ngerong Kecamatan Rengel berupa Arca Nandhim dan Arca Matahatula yang merupakan ciri dari Kerajaan Singosari. Selain itu di Rengel juga ditemukan Prasasti Malenga dan Banjaran yang berangka 1052 Masehi. Rengel sebagai pusat keramaian juga dikuatkan dengan letak Geografis daerah itu. Rengel terletak di tepi Bengawan Solo yang pada jaman dulu merupakan sarana perhubungan utama. Di Rengel juga terdapat persawahan yang subur.

Menurut Drs. Soekarto Tuban berasal dari kata “tubo” yaitu sejenis tanaman yang bisa dijadikan racun. Arti kata “tubo” juga sama dengan Arti dari nama daerah disebelah barat Tuban, yaitu Jenu. Dengan demikian Tuban ada kaitannya dengan Jenu.

 
Sejarah Hari Jadi Tuban
Kabupaten Tuban pada zaman kerajaan merupakan daerah penting, karena tuban merupakan daerah pelabuhan besar pada masa itu. Disisi lain daerah tuban juga melahirkan pejuang-pejuang kerajaan, Mulai dari kerajaan Jenggala sampai kerajaan Majapahit. Karena, wilayah tuban sangat penting bagi kerajaan yang ada di Jawa Timur, maka banyak pula bukti-bukti sejarah menceritakan keberadaan wilayah ini pada masa lampau. Bukti-bukti sejara yang ditemukan kemudian dijadikan acuhan dalam menentukan hari jadi kota Tuban.

Bukti-bukti sejarah yang dijadikan acuhan dalam menentukan hari jadi Kabupaten Tuban diantaranya adalah; Prasasti, naskah-naskah kuno dan berita dari asing (China). Prasasti, prasasti yang ditemukan di wilayah tuban antara lain Prasasti Kambang Putih, Prasasti Malenga, tertulis 974 saka atau 21 Agustus 1052, Prasasti Banjaran(bertuliskan angka 974 saka atau 31 Agustus 1052, dan Prasasti Tuban (I dan II berangka 1355). Naskah-naskah Kuno yang menceritakan tentang tuban yaitu Kidung Ranggalawe pupuh XXV/22 dan 23, Kidung Harsya Wijaya, Piagam Kudadu, Piagam Penanggungan (1296) dan Kitab Pararaton. Sedangkan berita asing yang menceritakan tentang keberadaan Tuban adalah Berita China oleh Ma Hua dalam buku Ying Yai Shing Lan karya Ma Hua.

Dari sumber-sumber yang ditemukan, sumber yang digunakan dalam menentukan hari jadi Kota Tuban adalah Kidung Ranggalawe pupuh XXV/22,23, Kidung Harsa Wijaya dan Piagam Kudadu. Kidung Ranggalawe pupuh XXV 22 menceritakan tentang kepulangan Ranggalawe dari Madura ke Tuban, Sedangkan pupuh XXV 23 menceritakan bahwa ketika pengangkatan Raden Wijaya diikuti pula pengangkatan tujuh pengikut setianya, salah satunya adalah Ronggolawe. Kidung Harsa Wijaya menceritakan tentang pengangkatan raden Wijaya menjadi Raja Majapahit yaitu pada 12 November 1293 beserta para punggawa-punggawa. Kisah pada Kidung Harsa Wijaya kemudian diperkuat dengan adanya Piagam Kudadu yang berisikan tentang punggawa-punggawa Majapahit.

Punggawa-punggawa Majapahit yang tertulis pada Piagam Kudadu tidak terdapat nama Ranggalawe. Dari tiga Rakaian Menteri (Adipati Manca Nagara) yang disebut adalah Pranaraja, Arya Adikhara, Arya Wiraraja. Mengingat jasa Ranggalawe seharusnya beliau mendapatkan jabatan di Majapahit. Namun, berdasarkan beberapa sumber yang ada, Nama Ranggalawe adalah nama pemberian dari Raden Wijaya atas jasa-jasa yang telah dibuatnya. Nama Ranggalawe sebenarnya adala Arya Adikhara, hal ini disebutkan di Kidung Pararaton dan Kidung Ranggalawe.

Penentuan 12 November 1293 M sebagai hari jadi Tuban telah sesuai jika dibandingkan dengan tanggal-tanggal yang ada pada sumber-sumber yang lain. Karena Tuban disini sudah sebagai wilayah yang setara dengan kabupaten. Tokoh yang diangkat, yakni Ronggolawe merupakan tokoh bersejarah yang dianggap oleh Masyarakat Tuban sebagai seorang pahlawan.
»»  Baca Selanjutnya...

BSM ciptaan Prof Dr Hariyadi diproyeksikan ganti beras impor

Malang - Bibit unggul padi organik "Bunda Sri Madrim" (BSM) yang ditemukan Profesor Doktor Hariyadi dari Pusat Kajian dan Pengembangan Pertanian Organik Malang, Jawa Timur, diproyeksikan mampu menggantikan beras impor yang saat ini mulai menggerus beras lokal.

"Setelah kami lakukan serangkaian uji coba terhadap bibit unggul BSM ini dan sudah panen raya perdana, ternyata kualitasnya tidak kalah dengan beras yang diproduksi Thailand yang katanya kualitasnya bagus," kata Hariyadi di Malang.

Selain kualitasnya tidak kalah dengan beras Thailand, katanya, produktivitasnya juga cukup tinggi dan waktu simpannya juga lebih tahan lama ketimbang padi non-organik.

Panen raya perdana yang dihadiri oleh petinggi Partai Golkar Titik Soeharto di Jalan Panji Suroso Kepanjen, Kabupaten Malang itu mampu menghasilkan padi sekitar 15 ton per hektare atau sekitar tiga ton dari luasan lahan sekitar 2.000 meter persegi.

Ia mengemukakan, bibit padi BSM adalah padi lokal yang dimuliakan dengan cara perbaikan sifat-sifat genetiknya, bahkan hasil rekayasa genetik tersebut dinilai lebih baik daripada padi hibrida.

Menurut dia, selain lebih tahan lama penyimpanannya, beras organik BSM juga baik untuk kesehatan dan ramah untuk penderita berbagai penyakit seperti jantung, asam urat, prostat, dan darah tinggi maupun kencing manis. Berasnya putih dan nasinya super punel.

Ia mengaku, penemuan bibit unggul padi organik BSM tersebut tidak lepas dari kerja kerasnya yang ingin mewujudkan kemandirian pangan di Tanah Air, sehingga Indonesia tidak lagi menggantungkan beras produksi luar negeri, bahkan bebas dari impor beras.

Upaya mewujudkan kemandirian pangan tersebut, Hariyadi juga menggandeng banyak pihak untuk mengenalkan BSM kepada masyarakat luas, tidak hanya di Malang, tapi di berbagai pelosok Tanah Air.


"Kami ingin BSM ini nantinya diproduksi secara massal, sehingga mampu menggantikan posisi beras impor yang sekarang ini membanjiri pasar Indonesia," katanya.

Bagi para petani yang ingin mendapatkan benih padi varietas unggul BSM (Bunda Sri Madrim) dapat menghubungi Saudara : SYAIFUL ARIF (HP : 0852 5959 4065)


»»  Baca Selanjutnya...

Sabtu, 21 September 2013

ASAL-USUL DAN SEJARAH BABAD DESA NGURUAN

ASAL-USUL DAN SEJARAH BABAT TANAH NGURUAN SERTA PARA SESEPUHNYA
Nguruan bisa dikatakan desa Islam tertua di kecamatan Soko, kabupaten Tuban. Buktinya bisa dilihat di bangunan bersejarah Langgar Santren, di sana tertulis tahun berdirinya sangat tua tepatnya pada hari Senin Pahing, tanggal 13 Jumadil Akhir Tahun 1302 H / 30 Maret 1885. Tetapi orang di luar Tuban, semisal orang Gresik, Malang, dll selalu menyebut desa Nguruan dengan Nama Rengel, karena sejarah leluhurnya dari Rengel.
Dahulu desa Nguruan masih berupa hutan belantara, pepohonan begitu rimbun dan menampakkan keangkerannya, karena dari arah timur sudah ada makam Mbah Goang, dari barat ada Makam Mbah sendang Trunojoyo.
Asal-usul dan sejarah babat tanah Nguruan berawal pada suatu hari datang 2 orang Kyai bernama Kyai Maulana dan Kyai Mursyidin yang diutus oleh Kyai Ishaq ( pembabat wilayah Rengel, dan beliau jg yg mengalahkan Uling “sejenis belut putih raksasa” penguasa sendang Beron, konon saking besarnya uling ini sampe waktu matinya harus diseret 25 cikar yang artinya ditarik 50 ekor sapi untuk dikuburkan di wilayah rengel ). Sayembara mengalahkan uling ini dilakukan adipati Tuban, yang berhasil akan di beri tanah Rengel dan ternyata yang berhasil adalah Kyai Ishaq. Sebelumnya telah ada punggawa Mojopahit yang mencobanya, akan tetapi tewas mengenaskan menghadapi uling itu. Punggawa Mojopahit itu bernama Baron, sehingga daerah itu diberi nama Beron.
Kyai Ishaq Rengel yang waktu itu berhasil mengalahkan Penguasa ghaib sendang Beron (pantangan bagi semua keturunan Kyai Ishaq untuk berkunjung ke sendang Beron depan MAN Rengel, konon masih ada ghoib yang dendam sampai anak cucunya, karena rajanya tewas ditangan Kyai Ishaq). Benar tidaknya mitos ini Wallohu a'lam. Beliau mengutus menantunya yg bernama Kyai Maulana didampingi santri muda beliau bernama Kyai Mursyidin (beliau asli orang Lasem, Rembang, Jawa Tengah yang mondok di pondok Kyai Qomaruddin Sampurnan di Bungah, Gresik, Jawa Timur yg waktu itu di auh oleh Kyai Harun Bin Kyai Qomaruddin / Kyai Kanugrahan yg tak lain merupakan mertua Kyai Ishaq. Ada yg bilang bahwa Mbah Kyai Mursyidin adalah keturunan ke-5 Sunan Kudus dari pernikahannya dengan Mbah Nyai Rohilah Binti Kanjeng Sunan Bonang).
Akhirnya kedua orang tersebut berjalan menuju ke arah barat Rengel sesuai petunjuk Kyai Ishaq. Beliau memerintahkan untuk mencari sumber air agar bisa dibuka menjadi daerah baru, sambil di beri janur akhirnya sampailah keduanya di desa Cekalang. Di sana katanya dulu ada sumber airnya, sehingga beliau melakukan Riyadloh (puasa, wirid, sholat) beberapa hari di atas sebuah batu lapak hingga batu tersebut menjadi cekung bekas telapak tangan dan sujudnya Kyai Maulana dan Kyai Mursyidin (konon batu itu sampai sekarang masih ada di dekat musholla Cekalang). Akan tetapi keanehan terjadi, tiba-tiba saja janur yg beliau bawa dari Kyai Ishaq secara misterius menghilang tanpa jejak. Kedua orang itu kebingungan mencari ke mana hilangnya, akhirnya beliau berdua punya inisiatif pulang ke Rengel untuk melaporkan kejadian itu kepada Kyai Ishaq, tetapi dalam perjalanan menuju Rengel, mereka terkejut setelah mengetahui janur yg mereka cari berpindah begitu jauhnya dari Cekalang ke Santren (samping jalan menuju makam Mbah Goang).
Kejadian aneh itu di laporkan ke Kyai Ishaq Rengel, beliau berkata : "Daerah iku uuuuapik, engko bakale rame santrine". Akhirnya kedua orang tersebut menuju tempat ditemukannya janur dan membagi wilayah, Mbah Kyai Mursyidin mendapat bagian sebelah timur jalan (di depan masjid), sedangkan Mbah Kyai Maulono mendapat wilayah sebelah barat jalan (sebelah barat masjid). Beliau berdua tidak serta merta begitu saja menempati tempat ini, tetapi beliau tirakat tidur di tanah tanpa tikar selama 40 hari, karena konon kabarnya ghaib di desa Nguruan bukan sembarangan. Ada kisah nyata dari orang luar Nguruan yg tidur di Santren, tiba-tiba dalam mimpi dia didatangi orang sambil marah dan berkata : "Anake sopo kuwe wani mlebu kene???" orang itu pun ketakutan setengah mati, dan banyak dukun dari luar Nguruan yang geleng-geleng kepala ketika menerawang Nguruan saking hebatnya pagar Ghaibnya. Tetapi Pagar ghaib itu akhir-akhir ini sedikit demi sedikit menghilang, mungkin karena makin banyaknya penduduk yg maksiat, mabuk-mabukan, judi, dll sehingga langgar/musholla makin sepi, lebih senang berkumpul di warung yang ramai di pinggir jalan. Sungguh ironis dan menyedihkan, padahal leluhurnya adalah para Kyai. Bahkan Macan Goang dan Gendu tidak pernah lagi menampakkan diri. Maka jangan salahkan siapa-siapa kalau desa Nguruan sekarang tidak aman, banyak maling/pencuri dan akan banyak bencana yang turun kalau warganya bangga dengan maksiatnya, pasti leluhur kita akan murka.

BIOGRAFI SINGKAT MBAH KYAI MAULONO (ABU MUHAMMAD ZAYADI)
Tidak ada yang tau pasti kapan beliau dilahirkan tetapi yang pasti beliau asli dari Lamongan selatan jalur dari Babat perbatasan Gresik. Beliau dinikahkan dengan putri Kyai Ishaq bernama Mbah Nyai Maryam, sedangkan putri beliau yang bernama Mbah Hannah dinikahkan dengan Mbah Haji Hasan. Dari kedua putri beliau inilah lahir orang-orang Santren sebelah barat jalan depan masjid sampai Blokan. Mbah Kyai Maulono wafat pada hari Kamis, 14 Dzul Qoidah 1301 H / 4 September 1884 M. Beliau dan Isterinya dimakamkan tepat di sebelah langgar "keramat" Santren, dan saat ini sudah dicungkup.

BIOGRAFI SINGKAT MBAH KYAI MURSYIDIN
Beliau lahir di Sluke, Lasem, Rembang, Jawa Tengah kemudian beliau mondok di pondok Kyai Qomaruddin di Bungah, Gresik, Jawa Timur dan diminta untuk menemani Mbah Kyai Maulono untuk babat / membuka desa Nguruan. Waktu ikut babat Nguruan umur beliau masih sangat muda dan belum menikah. Tahun demi tahun berganti hingga beliau mencapai usia yg cukup (konon beliau lumayan tua masih membujang) akhirnya beliau dinikahkan dengan Mbah Sampet binti Mbah Tinggolo bin Mbah Kicoworo bin Demang Kayunan. Putra-putri beliau berada di timur jalan depan masjid dan kebanyakan berada di wilayah Blokan tengah sampai Nguruan barat rata-rata adalah keturunan beliau.
Seluruh kepala desa wilayah Soko, dan sebagian di Bojonegoro dulu adalah keturunan Demang Kayunan, termasuk Nguruan waktu dulu. Beliau bersama istri di Makamkan d sebelah pojok barat Makam Mbah Goang. Sampai saat ini Santren adalah wilayah adat Nguruan, tanahnya tidak bisa dimiliki individu karena sertifikat tanahnya hanya satu.

BIOGRAFI SINGKAT ABDUL QODIR (MBAH GENDU)
Mbah Gendu / Abdul Qodir / Pangeran Suroyudo adalah putra Kyai Abdulloh Bin Joko Tigkir / Karebet / Sultan Pajang Bin Ki Pengging Tsani bin Ki Pengging Awwal Bin Brawijaya Mojopahit. Joko Tingkir sendiri merupakan menantu Sultan Trenggono bin Raden Fattah, Sultan Demak. Sedangkan ayah Joko Tingkir Ki Pengging Tsani adalah menantu Nyai Gede Seloluhur binti Kanjeng Sunan Giri Gresik. Mbah Gendu punya kakak bernama Pangeran Onggoyudo yang tak lain adalah leluhur orang Nguruan bagian timur (Santren).
»»  Baca Selanjutnya...