Jakarta : Rieke Diah Pitaloka Anggota Fraksi PDI Perjuangan Komisi VII DPR mengingatkan masyarakat, bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hanya tinggal beberapa hari lagi.
Terkait dengan rencana kenaikan ini, politisi PDI-P ini kembali mempertanyakan argumentasi pemerintah untuk menaikkan harga BBM.
Menurut Rieke, salah satu argumen pemerintah untuk menaikkan harga BBM adalah untuk menyelamatkan APBN agar tidak jebol.
“Saya memiliki hitungan data bahwa dengan tidak mengurangi subsidi dan tidak menaikan harga BBM, sebetulnya APBN tidak akan jebol,” ujar Rieke dalam rilisnya , kemarin (Jum’at, 16/3).
Berikut data yang anggota DPR dari Fraksi PDI-P ini kompilasi dari berbagai sumber, terutama dari para ekonom yang tidak bermazhab neolib.
- Indonesia menghasilkan minyak 930.000 barel/hari, dan 1 barel = 159 liter.
- Harga minyak mentah = 105 USD per barel.
- Biaya Lifting + Refining + Transporting (LRT) = 10 USD per Barel = (10/159) x Rp 9000 = Rp 566 per liter.
- Biaya LRT untuk 63 miliar liter = 63 miliar x Rp 566 = Rp 35,658 triliun.
- Lifting = 930.000 barel per hari, atau = 930.000 x 365 = 339,450 juta barel per tahun.
- Hak Indonesia adalah 70%, maka = 237,615 juta barel per tahun.
- Konsumsi BBM di Indonesia = 63 miliar liter per tahun, atau dibagi dengan 159 = 396,226 juta barel per tahun.
- Pertamina memperoleh dari konsumen : Rp 63 miliar liter x Rp 4500 = Rp 283,5 triliun.
- Pertamina membeli dari pemerintah = 237,615 juta barel @USD 105 x Rp 9000 (kurs US$)= Rp 224,546 triliun.
- Kekurangan yang harus diimpor = konsumsi BBM di Indonesia – pembelian Pertamina ke pemerintah = 158,611 juta barel.
- 158,611 juta barel @USD 105 x Rp 9000 = Rp 149,887 triliun.
Dengan data tersebut, menurut Rieke, maka kesimpulan yang didapat adalah Pertamina memperoleh hasil penjualan BBM premium sebanyak 63 miliar liter dengan harga Rp 4500 yang hasilnya Rp 283,5 triliun.
Sementara, Pertamina harus impor dari pasar internasional Rp 149,887 triliun dan membeli dari pemerintah Rp 224,546 triliun.
Di sisi lain, kata Rieke, Pertamina mengeluarkan uang untuk LRT 63 miliar Liter (@ Rp566) sebesar Rp 35,658 triliun, sehingga jumlah pengeluaran Pertamina adalah Rp 410,091 triliun.
“Pertamina kekurangan uang, maka pemerintah yang membayar kekurangan ini yang di Indonesia pembayaran kekurangan ini di sebut “subsidi”,” ujar Rieke.
Jika kekurangan yang dibayar pemerintah (subsidi ) adalah jumlah pengeluaran Pertamina dikurangi dengan hasil penjualan Pertamina BBM kebutuhan di Indonesia, maka hitungannya: Rp 410,091 triliun – Rp 283,5 triliun = Rp 126,591 triliun.
“Tapi ingat, pemerintah juga memperoleh hasil penjualan juga kepada Pertamina (karena Pertamina juga membeli dari pemerintah) sebesar Rp 224,546 triliun,” kata Rieke.
Menurut Rieke, hal inilah yang tidak pernah disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Maka kesimpulannya, pemerintah malah kelebihan uang, yaitu sebesar perolehan hasil penjualan ke Pertamina dikurangi kekurangan yang dibayar pemerintah (subsidi): Rp 224,546 triliun – Rp 126,591 triliun = Rp 97,955 triliun.
“Artinya, APBN tidak jebol. Justru saya jadi bertanya, dimana sisa uang keuntungan pemerintah hsil jual BBM sebesar Rp 97,955 triliun? Itu baru hitungan 1 tahun. Dimana uang rakyat yang merupakan keuntungan pemerintahan sekarang jual BBM selama tujuh tahun masa kekuasaannya?” ujar Rieke mempertanyakan.
0 Komentar:
Posting Komentar