Sabtu, 25 Februari 2012

Tunggakan SPP Merugikan Masyarakat


Sampai akhir Desember 2011 Penyalahgunaan dana SPP dan UEP terjadi di 12 Desa, yang berada di 5 Kecamatan mencapai Rp. 431.511.200 bila diprosentasekan dengan jumlah tunggakan Rp. 3.006.696.800, maka sebesar 14,37%.


Ada yang menarik jika kita mau mengetahui seluk beluk tentang program PNPM-Mandiri Perdesaan, bagaimana tidak? Bila terjadi tunggakan di Kelompok Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP), maka bukan kelompok atau pemanfaat saja yang dirugikan, akan tetapi pihak desa yang dirugikan. Artinya masyarakat secara umum dirugikan.



"Pinjam dana di SPP tidak ada jaminan, melainkan hanya ikatan saling percaya. Namun bila terjadi tunggakan tentunya yang dirugikan adalah masyarakat di desa tersebut. Sebab, dengan adanya tunggakan bisa dipastikan desa dalam Musyawarah Antar Desa (MAD) Pendanaan Program akan langsung tidak terdanai. Misal sarana prasarana atau masyarakat yang akan pinjam dana SPP sudah tidak diperbolehkan lagi,” ungkap Hary Susanto, selaku Kabid Pengembangan dan Pembangunan Desa BPMPD Kabupaten Bojonegoro.



Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Kabupaten Bojonegoro merupakan program pemerintah yang mampu menjawab permasalahan tentang program yang selama ini menjadi problem di tingkat pelaksanaan. Sehubungan dengan hal itu, PNPM-MP merupakan acuan Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah guna menginspirasikan program yang ada sekarang ini. 



Kata kunci program ini adalah proses belajar, dengan menegakkan sejumlah prinsip diantaranya transparansi, partisipasi dan bertumpu kepada pembangunan manusia. Serta dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan.



Salah satu Program PNPM-MP yang telah berjalan hingga bisa menjadi penopang perekonomian di masyarakat adalah UEP dan SPP. Kegiatan ini telah menjadi harapan masyarakat di tingkat pedesaan.



“Permasalahan tunggakan, akan tetap menjadi permasalahan tersendiri bagi pengelolaannya. Guna mengantisipasi permasalahan, telah dilakukan beberapa mekanisme yang menjadi ukuran program,” tambah Hary Susanto, selaku PenanggungJawab Operasional Kegiatan (PjOK) Kabupaten Bojonegoro.



Dijelaskan Hary Susanto, menyikapi berita yang berkembang tentang banyaknya tunggakan yang mengarah pada penyelewengan, memang telah menjadi perhatian yang serius. Akan tetapi penanganannya juga melalui mekanisme yang berlaku sesuai Petunjuk Teknis Operasional (PTO), serta Standard Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Masalah PNPM Mandiri Perdesaan.  



Data yang ada di sekretariat PNPM-MP Kabupaten Bojonegoro, bahwa penyalahgunaan dana hanya sebesar Rp. 431.511.200,- bukan Rp. 1,7 Milyar seperti yang tersebar selama ini. Pada hakekatnya tunggakan SPP di Kabupaten Bojonegoro masih relatif kecil bila dibanding dengan asset yang dimiliki oleh UPK di seluruh Kecamatan. 



“Data akumulasi di kabupaten, aset SPP dan UEP hingga Per Desember 2011 sebesar Rp. 73.541.586.790 dan tunggakan di masyarakat sebesar Rp. 3.006.696.800. Tingkat pengembalian UEP adalah 99%, sedangkan tingkat pengembalian SPP adalah 98,6%. Artinya, tingkat tunggakan hanya pada kisaran 1–1,4% saja, dan ini masih diupayakan untuk dapat diselesaikan. Karena UPK tidak membiarkan tunggakan terus meningkat,” tegas Hary Sus, panggilan akrabnya menjelaskan.



Sementara itu Edy Murdono, selaku Koordinator Fasilitator Kabupaten Bojonegoro menegaskan, data yang ada menunjukan bahwa penyalahgunaan dana SPP didominasi pada tingkat Kelompok SPP, dengan permasalahan juga beragam dan memiliki bobot kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Akan tetapi permasalahan penyimpangan ini juga terus dilakukan pendekatan, ada mekanisme yang selalu dilakukan oleh program dalam penyelesaiannya.



Biasanya UPK dan tim penanganan masalah di tingkat kecamatan akan melakukan identifikasi, guna memastikan siapa menggunakan berapa, dan pelaku penyalahgunaan diminta untuk membuat pernyataan dengan mencantumkan waktu/tanggal pengembalian dana yang digunakan. Termasuk menyerahkan aset yang dimilikinya, dan bila tidak dapat diselesaikan maka akan dilakukan musyawarah bersama di tingkat kelompok, sampai desa dalam bentuk musyawarah desa penyelesaian masalah. 



Jika masih juga belum terselesaikan, maka dilakukan MAD untuk menentukan langkah selanjutnya bagi yang terlibat masalah, apakah masih diberikan ruang untuk penanganan partisipatif atau melalui jalur hukum. Penanganan melalui jalur hukum adalah upaya terakhir ketika seluruh upaya penyelesaian di luar jalur hukum sudah dilakukan, namun belum bisa memecahkan masalah.

0 Komentar:

Posting Komentar