Rabu, 18 Juli 2012

Jamu Gendong Bertahan di Tengah Gelontoran Obat Instan


Era jamu dan obat instan yang terus menggelontor pasar, masih belum bisa mengggeser jamu gendong yang terbuat dari bahan alam. Setidaknya, bagi sebagian masyarakat masih gemar mengkonsumsi jamu khas profil Jawa ini. Meski, jumlah penjual jamu gendong boleh dibilang makin sedikit, namun mereka konsisten.
Dengan menggunakan rinjing, sejenis bakul berukuran besar dari bambu untuk menempatkan jamu-jamunya yang kemudian digendong mereka menjajakan daganganya. Mungkin inilah kenapa penjual jamu traisional ini dinamakan jamu gendong karena menjualnya dengan digendong.
Adalah Sukarmi, 45, warga Desa Margoaji, Kecamatan Parengan, Tuban, setiap hari ibu yang biasa berdagang jamu di Kecamatan Montong ini menjajakan dagangan jamunya dari desa ke desa dengann jarak tempuh puluhan kilometer. Perawakannya sedang dengan senyum yang selalu keibuan. Meski usianya sudah mendekati udzur, tapi Sukarmi tetap terlihat bersemangat mengendong jamunya berkeliling desa.
Sukarmi mengaku, setiap hari ia memulai aktifitasnya sejak pukul 4 pagi, mempersiapkan ramuan jamunya dan segala keperluan lain. Sekitar jam 7 pagi barulah ia pergi berjualan.
Selama hampir 15 tahun menjadi penjual jamu gendong keliling, Sukarmi sudah banyak merasakan suka dukanya. Ini membuatnya selalu bersyukur dengan apa yang ada karena ia selalu meyakini manusia lahir ke dunia dengan rejekinya masing-masing.
“Saya selalu bersyukur dengan hidup ini. Itu karena saya percaya manusia lahir ke dunia dengan rejekinya masing-masing,” ujarnya saat melayani penjualnya di Desa Pucangan. Kecamatan
Montong. Selasa (17/7).

Sukarmi tidak sendiri, ada beberapa orang dari kampungnya yang menjual jamu gendong keliling.
Sukarmi mengatakan kalau jamu yang ia jual ini adalah hasil racikanya sendiri, tanpa bahan pengawet, apalagi bahan yang membahayakan,
“Jamu ini saya sendiri yang meracik. Dulu saya diajari sama Bude saya yang juga penjual jamu. Saya menjadi penerus bude sebagai penjual jamu,” tutur Sukarmi.
Ada beragam jenis jamu yang di jual Sukarmi. Mulai jamu gepyok, beras kencur dan kunci suruh. Menurut dia, masing-masing ramuan memiliki khasiat sendiri-sendiri. Beras kencur, misalnya, untuk kesegaran. Gepyok biasanya diminum ibu-ibu yang habis melahirkan. Sedangkan kunci suruh untuk obat pelega perut sakit dan banyak lagi lainnya.
Hari demi hari dilalui Sukarmi pada jalan dan rentang waktu yang sama. Hanya yang berbeda adalah almanac yang terus berputar. Seperti roda kehidupan yang terus menggelinding dan membuatnya semakin tua dan lelah. Lantas, sampai kapan perempuan itu akan bertahan memanggul rinjing jamu khas si Mbok di pundaknya? Sukarmi cuma terkekeh.

0 Komentar:

Posting Komentar