Kamis, 14 Juni 2012

Jalan Kaki ke Jakarta Bawa 50 Botol Lumpur

SIDOARJO – Seperti tak mengenal lelah, korban lumpur Lapindo terus memperjuangkan hak-hak mereka. Hari ini, Hari Suwandi, 44, korban lumpur Lapindo asal Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, berencana berangkat ke Ibu Kota dengan berjalan kaki. 


Hari akan dilepas ratusan korban lain pada pukul 11.00 WIB dari tanggul penahan lumpur di Porong. Dia akan menempuh perjalanan sejauh 827 kilometer. Selama perjalanan Hari akan ditemani Harto Wiyono, 42, korban lumpur asal Desa Jatirejo, Kecamatan Porong. Harto siap mengawal Hari dengan mengendarai sepeda motor. Hari tak banyak membawa bekal untuk perjalanan melewati jalur pantai utara yang akan melalui 17 kabupaten/ kota di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat itu.

Dia hanya membawa 50 botol berisi Lumpur yang akan diberikan kepada setiap pimpinan daerah yang dilaluinya. Untuk membiaya perjalanannya, Hari akan menjual VCD yang mengisahkan penderitaan, duka dan nestapa para korban lumpur. ”Istri sudah ikhlas kalau saya jalan kaki ke Jakarta.Ini merupakan salah satu perjuangan untuk penyelesaian jual beli aset saya yang terendam lumpur,” ujar Hari Suwandi, yang kini tinggal di Desa Kejaksan, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo, kemarin.

Sribati, istri Hari,mengaku ikhlas melepas suaminya ke Jakarta demi misi yang mulia yaitu menuntut pembayaran lahan warga yang tergenang lumpur. Selain ke Istana Negara dan Gedung DPR,Hari juga akan mendatangi Wisma Bakrie.“ Saya akan terus di Jakarta hingga mendapat kepastian bahwa ganti rugi untuk para korban lumpur sudah dilunasi,” ujar Hari. Kesabaran warga korban lumpur dalam penantian panjang mereka sepertinya telah mencapai garis batas. Sampaisampai muncul ancaman dari warga kepada Aburizal Bakrie, pemilik Bakrie Grup yang menguasai saham mayoritas Lapindo.

Pitanto,korban lumpur asal Desa Renokenongo,Kecamatan Porong, mengatakan, jika pembayaran aset korban lumpur belum diselesaikan,mustahil korban lumpur akan memilih Ical (Aburizal Bakrie). Dia mengatakan, Ical memang berhak mencalonkan diri dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2014.Tapi warga korban lumpur juga berhak tak memilihnya.“ Jadi tidak mungkin kami memilihnya sebagai presiden jika pembayaran jual beli aset kami belum diselesaikan,” ujarnya.

Kekecewaan korban lumpur memuncak setelah enam tahun tanah dan rumah mereka terendam Lumpur, namun Lapindo belum menyelesaikan kewajibannya. Kekecewaan itu bisa dilihay dari banyak poster-poster bertebaran yang menghujat Aburizal Bakrie disekitar kawasan Lumpur beberapa waktu lalu. Bahkan dalam unjuk rasa beberapa waktu lalu, korban lumpur memblokade Jalan Raya Porong dan menurunkan baliho Aburizal Bakrie lalu membakarnya.Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan korban lumpur yang selama ini, dijanjikan pembayaran tapi seringkali diingkari.

Korban lumpur berharap ada sosok pemimpin yang bisa mengayomi rakyatnya. Demikian, ketika permasalahan lumpur belum tuntas, jika Aburizal Bakrie berniat maju sebagai Capres harusnya pembayaran segera diselesaikan dan berupaya mengambil hati korban lumpur. ”Kami juga berpikiran, jangan-jangan pelunasan pembayaran aset kami sengaja diberikan menjelang Pilpres, dengan harapan korban lumpur bersimpati. Kami tahu mana yang baik dan tidak, mana yang sekedar mencari simpati atau yang benar-benar tulus,” kata Pitanto.

Musibah lumpur tidak akan pernah dilupakan korban. “Kami akan tetap ingat penderitaan akibat lumpur. Kalau Aburizal Bakrie maju capres, jangan salahkan kami jika tak memilihnya,”ujar Pitanto.

APBNP Harus Digugat 

Sementara itu, kucuran anggaran melalui APBNP 2012 untuk membantu korban semburan lumpur Lapindo harus digugat.Sebab para korban seharusnya menjadi tanggung jawab penuh Lapindo. Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Abetnego Tarigan mengatakan, Lapindo sebagai perusahaan eksploitator yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur panas tersebut harus bertanggung jawab.

“Bagi kami, tetap PT Lapindo harus bertanggung jawab penuh menangani korban. Kalau tidak, ini akan menjadi preseden buruk bagi penanganan masalah eksploitasi pertambangan di Indonesia. Eksploitasi yang dilakukan perusahaan haruslah dibarengi dengan tanggung jawab penuh, jika ada akibat yang merugikan masyarakat dan lingkungan,” katanya di Jakarta kemarin.

Untuk mengantisipasi terulangnya hal serupa,Abetnego mengingatkan bahwa masyarakat yang bermukim di setiap perusahaan pengeboran dan eksploitasi harus solid dan terkonsolidasi. Banyak perusahaan eksploitasi yang memanfaatkan celah permainan hukum manakala masyarakat tidak terkonsolidasi dengan baik.

0 Komentar:

Posting Komentar