Kamis, 12 Juli 2012

Sedekah Laut Warga Karangsari Layak Jadi Daya Tarik Wisata



Sedekah laut Warga Karangsari layak jadi daya tarik wisata. Daya tarik wisata memang bukan hanya panorama alam atau tempat-tempat bersejarah. Budaya dan adat masyarakat juga memiliki daya tarik wisata yang tidak kalah potensialnya dengan obyek-obyek wisata tersebut. Sedekah ini, salah satunya. Rabu (11/7).

Upacara adat pesisiran ini bahkan sangat mungkin menjadi mascot wisata Tuban yang memiliki wilayah pesisir paling luas dibanding daerah lain di Jawa Timur. Hanya saja, upacara adat ini belum tergarap. Bahkan menurut sesepuh masyarakat setempat, Kasmaran, pelaksanaannya pun semakin menurun dari tahun ke tahun. “Kalau dulu, ya tiap tahun, pada bulan Ruwah (sya’ban,red), hari Rabu Legi, pasti Upacara Sedekah Laut ini dilaksanakan. Tetapi sepuluh tahun ini nggak mesti. Kadang dua tahun baru dilaksanakan, malah pernah empat tahun baru sekali dilaksanakan,” jelas Kasmaran.

Faktor penyebabnya, lanjut Kasmaran, pendapatan nelayan terus merosot sepuluh tahun terakhir. Warga nelayan di tempat itu tidak lagi mampu membiayai pelaksanaan tradisi warisan nenek moyangnya itu lantaran kondisi perekonomiannya semakin memburuk. Selama ini seluruh biaya pelaksanaan upacara adat itu diperoleh melalui swadaya masyarakat. Warga nelayan, terutama pemilik perahu, diwajibkan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk biaya pelaksanaan Sedekah Laut. “Ya semampunya, tidak ada ketetapan harus sekian ribu. Biasanya enam bulan sebelum pelaksanaan Sedekah Laut, warga mulai menabung ke panitia. Kalau punya Rp 5000 ya dikasih Rp 5000, kalau along (panen besar,red) ya kadang ada yang nabung sampai Rp 100 ribu,” kata Kasmaran.

Untuk pelaksanaan Sedekah Laut kali ini, kata Kasmaran, Rp 13,6 juta duit ludes. Uang sejumlah itu untuk pembiayaan pembuatan miniatur kapal pinisi yang hendak dilarung atau dihanyutkan ke tengah laut. Dalam miniatur kapal pinisi itu, termuat berbagai macam sesaji berupa jajanan pasar dan sirih, kemenyan serta boneka bayi yang disebutnya sebagai bekakak. Kata Kasmaran, bekakak itu symbol dari pengorbanan yang dipersembahkan nelayan untuk Kyai Manjung, penguasa wilayah perairan Tuban. “Dahulu kala bekakaknya manusia betulan, yaitu anak perawan yang lahir di tengah atau disebut pancuran kapit sendang. Anak pertama laki-laki, kedua perempuan ke tiga laki-laki lagi. Yang perempuannya itu yang jadi bekakak,” kisah Kasmaran.

Seiring berjalannya waktu, bekakak diganti boneka. Tetapi sesaji makhluk hidup lain berupa kepala kerbau masih tetap diikut sertakan. Namun karena biaya Sedekan laut kali ini tidak cukup untuk membeli kepala kerbau, maka kepala kerbau yang biasaya selalu ada itupun tidak diadakan kali ini. Rangkaian hiburannya pun sekarang hanya langen tayub. Padahal menurut adat yang telah berlaku sebelumnya, dalam Upacara Sedekah Laut itu selalu diiringi pagelaran Wayang Kulit dan Tayub.

Kasmaran dan warga tentu tidak sempat berpikir bahwa tradisi mereka yang kini diambang kepunahan tersebut memiliki potensi ekonomi luar biasa, apabila bisa dikemas lebih baik. Bahkan mereka khawatir apabila Sedekah Laut akan lebih kehilangan nilai sakralnya jika disulap menjadi daya tarik wisata yang bisa mendatangkan keuntungan ekonomis.

Sunaryo, Kepala Bagian Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perekonomian dan Pariwisata (Disperpar) Pemkab Tuban, sendiri mengaku telah berulang kali mencoba melakukan pendekatan dengan masyarakat pesisir tersebut agar tradisi Sedekah Laut mampu mendatangkan minat wisatawan. Tetapi usaha itu belum membuahkah hasil hingga kini karena masyarakat menghendaki upacara tersebut tetap berlangsung sebagaimana adanya dulu. “Kami tidak pernah diajak ngomong oleh para sesepuh masyarakat setempat. Bahkan Lurahnya juga nggak ngasih pemberitahuan kalau akan ada upacara Sedekah Laut. Kalau upacara adat itu bisa kita kemas dengan baik, saya yakin manfaat ekonomi langsung juga akan didapat masyarakat setempat,” kata Sunaryo.

Karena itulah, lanjut Sunaryo, pihaknya hingga kini tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk membantu pembiayaan atau pembinaan. Tetapi Sunaryo berjanji tetap akan berupaya mendekati para sesepuh masyarakat setempat, agar bisa dilakukan upaya-upaya pembinaan lebih baik lagi ke depannya. Bukan saja untuk kepentingan industri pariwisata, tetapi juga untuk upaya pelestarian agar adat dan tradisi seperti Sedekah Laut tersebut tidak lenyap tertelan zaman.

0 Komentar:

Posting Komentar