Selasa, 14 Februari 2012

AIDS di Tuban, Jatim, karena Prostitusi Marak


Prostitusi (pelacuran) tetap saja menjadi ‘kambing hitam’ penyebaran HIV. Lihatlah judul berita ini: “Prostitusi Tuban Marak, Angka Pengidap HIV/AIDS Naik. Aktivis HTI Was-was Perda Hiburan Malam Buka Praktek Pelacuran”.

Ada fakta yang digelapkan terkait dengan HIV/AIDS dan prostitusi (pelacuran) yaitu: yang menularkan HIV kepada pekerja seks komersial (PSK) di ranah prostitusi di Tuban justru laki-laki ‘hidung belang’ bisa penduduk Tuban, pendatang, atau yang sekedar mampir. Selanjutnya ada pula laki-laki dewasa, penduduk Tuban atau pendatang, yang tertular HIV dari PSK yang ditulari penduduk (Tuban dan pendatang) tadi.

Fakta itulah yang sering luput dari perhatian sehingga yang menjadi ‘sasaran tembak’ hanya PSK sedangkan laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK luput dari perhatian. Tapi, mereka itu justru menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Dikabarkan Pemkab Tuban membuka kran iklim investasi di bidang industri. Ada kekhawatiran keterbukaan juga terjadi di bidang bisnis hiburan malam. Perda hiburan malam sedang digodog oleh DPRD Tuban.

Lalu, apa kaitannya dengan HIV/AIDS?
Menurut Hanif Adnan, Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Tuban, membuka kran investasi di bidang hiburan malam akan semakin membuka peluang yang berakibat pada merendahnya moral warga masyarakat.

Lalu, apa pula kaitan hiburan malam dengan penyebaran HIV/AIDS?
Masih menurut Hanif, semakin marak praktek PSK di kawasan jalur pantura …. berkaitan dengan semakin tingginya angka pengidap virus HIV/Aids. Tahun 2010 kasus kumulatif HIV/AIDS di Tuban dilaporkan 51, sedangkan sampai Juli 2011 jumlahnya bertambah menjadi 51.

Biar pun ada praktek PSK di wilayah Tuban kalau laki-laki dewasa penduduk Tuban tidak melakukan hubungan seksual dengan PSK di jalur pantura atau di tempat lain di muka bumi ini maka tidak ada risiko penularan HIV. Maka, kuncinya bukan pada PSK, tapi pada laki-laki dewasa penduduk Tuban.

Sekarang, ketika belum ada perda hiburan malam:
(1) Apakah ada yang bisa menjamin bahwa di Tuban tidak ada praktek pelacuran?
(2) Apakah ada yang bisa menjamin bahwa tidak ada laki-laki dewasa penduduk Tuban yang melacur di Tuban atau di luar Tuban?

Kalau jawabannya BISA DIJAMIN, maka tidak ada masalah terkait dengan penyebaran HIV dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual dengan PSK.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA DIJAMIN, maka ada persoalan besar di Tuban yaitu ada laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV. Laki-laki inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV dengan bukti kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga.

Pemprov Jatim sendiri sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) tentang penanggulangan HIV/AIDS. Tapi, perda itu tidak menawarkan cara-cara penanggulangan yang konkret ( Lihat : http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/21/menyibak-kiprah-perda-aids-jatim/ ).

Di negara-negara yang tidak ada praktek pelacuran dan hiburan malam pun tetap saja ada kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Arab Saudi, misalnya, sudah melaporkan lebih dari 15.000 kasus AIDS.
Penutupan lokasi atau lokalisasi pelacuran membuat penyebaran IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, hepatitis B, dll.) dan HIV tidak bisa dikontrol.

Jika Pemkab Tuban ingin memutus mata rantai penyebaran HIV, maka dalam perda hiburan malam perlu ada pasal yang mengatur kewajiban memakai kondom bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Thailand sudah membuktikan program serupa, yaitu ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir menurunkan insiden infeksi HIV baru.

Pilihan ada di tangan Pemkab Tuban:
(a) memutus mata rantai penyebaran HIV dengan program seperti di Thailand atau
(b) membiarkan praktek-prektek pelacuran terjadi tanpa pengawasan.

Kalau yang dipilih (b), maka Pemkab Tuban tinggal menunggu ’panen AIDS’ karena kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi kelak akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS.

0 Komentar:

Posting Komentar