Memasuki musim kemarau kali ini,
bersamaan dengan akan tibanya bulan Ramadhan, mulai meluas ke wilayah Tuban
bagian selatan. Di sejumlah kawasan yang selama ini kerap kesulitan air jika
memasuki musim kemarau, warga terpaksa harus mengambil air dari sumber yang berjarak berpuluh kilometer dan tempatnya berada di atas
perbukitan kapur.
Krisis air terparah menimpa warga Desa Jadi, Kecamatan Semanding.
Setiap hari warga harus mendatangi lokasi sumber air banyu brubulan yang jarak
tempuhnya jauh dari tempat pemukiman warga. Mobil tangki air keliling yang
diusahakan warga memang ada. Tapi, sebagaian warga memilih ngangsu di sumberan demi mengirit uang yang
sedikit.
Dengan membawa jerigen, warga bergantian menampung air yang
mengalir dari kolam sumber banyu
brubulan. Cara ini dilakukan agar permukaan air tidak kotor
terkena endapan lumpur yang berada di dasar kolam. Antrian mengambil air bersih
tersebut rutin terjadi setiap musim kemarau tiba, khususnya pada pagi dan sore.
Keringnya sumur-sumur di rumah warrga, memaksa warga bersusah payah mengambil
air diatas bukit.
“Dari dulu setiap tiba musim
kemarau, di sini memang sulit air. Satu-satunya sumber air yang ada ya hanya di
sumberan banyu brubulan ini. Karena sudah biasa, tidak menjadikan persoalan
bagi kami,” cerita Komar, di lokasi tempat warga mengambil air, Selasa (3/7).
Warga
berharap, pemerintah daerah menyediakan fasilitas PAM yang disalurkan ke rumah-rumah penduduk untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan akan air. Hal
tersebut, menurut warga sangat memungkinkan, karena di Desa Jadi terdapat
sumber mata air yang tidak pernah kering sepanjang musim.
0 Komentar:
Posting Komentar