Jumat, 23 Maret 2012

Dalam Unjuk Rasa Di Desa Mergosari Mencuat Issue Golongan


Selain tuntutan untuk mengembalikan Tanah Kas Desa ketempat semula, warga yang berunjuk rasa di Balai Desa Mergosari, Kecamatan Singgahan, Tuban pada kamis (22/3/2012) juga menyinggung bahwa selama ini ada pembedaan dalam pembagian hasil garapan yang dilatarbelakangi karena organisasi keagamaan yang berbeda.
Kepada seputartuban.com, Syafi’i selaku kordinator lapangan menduga bahwa selama ini pembagian antara Kepala Urusan (Kaur) dan Kepala Seksi (Kasi) tidak sama karena ada unsur perbedaan dalam menganut keyakinan dan organisasi keagamaan yang diikuti.
Syafi’i juga menyebutkan bahwa untuk Kaur dan Kasi yang berasal dari kalangan yang sama dengan dirinya mendapat jatah TKD yang lebih sedikit, yaitu sekitar 7.000 m2. sedangkan untuk Kaur atau Kasi  yang berasal dari golongan Kepala Desa mendapat jatah yang lebih besar  yaitu sekitar 14.000 m2.
Hal ini yang menurut syafi’i bisa menimbulkan perpecahan diantara warga yang memiliki dua organisasi keagamaan berbeda, yang sekarang ada di tengah-tengah masyarakat Desa Mergosari.
“kalau ini diteruskan, dikhawatirkan kita akan terpecah belah, dan bisa menimbulkan permusuhan,” ujar syafii kepada seputartuban.com di lokasi unjuk rasa.
Ditemui terpisah Kades Mergosari Ahmad Thoha membantah jika kasus tersebut ada unsur untuk menyinggung masalah Golongan, dan mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak membawa unsur satu kelompok dalam setiap pengambilan kebijakan.
Thoha juga menyatakan bahwa untuk saat ini dalam menyelesaikan masalah yang ada di desanya, dia akan berkordinasi dengan sejumlah pihak, salah satunya adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) beserta beberapa perangkatnya.

5 komentar:

  1. Berita bagus pak, warga sudah melek hukum dan ada kemajuan. Sama pak di desa kami juga pembagian TKD tidak sama, pada hal kerjanya juga sama. Katanya hearing bareng DPRD komisi A Tuban kemarin menyepakati TKD beupa bengkok untuk perangkat desa 30% dari total luas TKD dibagi sama rata antar perangkat desa di desa tersebut dan 70% nya masuk pendapatan asli desa / kas desa.
    kalau memang rencana tersebut direalisasikan pada tahun 2013 kami setuju, karena 70% kas desa bisa untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dan biaya operasional lain dapat terpenuhi.
    Sekarang pertanyaannya bagaimana nasib tanah bengkok yang sampai saat ini masih digarap Sekdes se-kecamatan Soko atau bahkan se-kabupaten Tuban?
    apa semua sekdes harus mengembalikan hasil panen terhitung mulai pengangkatan sekdes menjadi PNS.
    Harus ada Musyawarah antara Pemerintahan Desa (Kepala Desa beserta Perangkatnya dan BPD), RT/RW dan LPMD serta Tokoh Masyarakat.
    Kalau Sekdes gak mau mengembalikan di bui saja seperti Sekdes RAYUNG, PLUMPANG.

    BalasHapus
  2. @ Wong Soko
    Ide bagus pak, semoga pemikiran panjenengan ini bisa di dengar kades se-kecamatan Soko dan pak Camat serta ada tanggapan.

    BalasHapus
  3. Sekdes wes PNS kok jek gelem nggarap bengkok, tak laporno bupati Tuban kapok kon.

    BalasHapus
  4. Yang kaya makin kaya, yang miskin tambah miskin.
    Ayo pak lang dijak rembugan bareng-bareng, duduk bersama membahas masalah ini agar tidak terjadi perpecahan dan diskriminasi antar perangkat desa.
    Tanah Kas Desa / Bengkok milik Sekdes usul saya dikembalikan ke desa, setelah dikembalikan pak kades, Perangkat Desa, BPD, LPMD dan sesepuh desa rapat bengkok disama ratakan antar perangkat desa dan kelebihannya dimasukkan dalam pendapatan asli desa (PAD) yang akan masuk kas desa dan dikelola sepenuhnya oleh bendahara desa dan kepala desa secara transparan dan penuh dengan konsekuensi dan penuh tanggung jawab.
    Nek ra pecus bagi bengkok yo oleh-olehe podo iri antar perangkat desa dan bisa menimbulkan perpecahan bahkan perselisihan.

    BalasHapus
  5. hehehehe, moga-moga saran panjenengan di baca Kades dan Pak Camat, biar ada tindakl lanjut.

    BalasHapus