Rabu, 25 Januari 2012

PPDI : Jangan Menganaktirikan Perangkat Desa


Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berharap Pemerintah tak terus-menerus menganak tirikan perangkat desa. Sekretaris Jendral (Sekjen) PPDI Jawa Timur, Trubus Santoso, S.Pd, menyampaikan harapan itu saat memberi sambutan pada acara Sosialisasi dan Silahturahmi PPDI Kabupaten Tuban, di Balai Desa Wanglu Wetan, Kecamatan Senori.

Menurut Trubus Santoso, selama ini perangkat desa diperlakukan tidak adil oleh Pemerintah, padahal perangkat desa-lah sejatinya yang menjadi ujung tombak suksesnya semua program pemerintah. ” Bayangkan, kalau perangkat desa mogok tidak mau narik pajak PBB, negara bakal kehilangan separoh lebih pendapatannya,” kata Trubus Santoso.



Namun kendati memegang peranan kunci dalam pelaksanaan pogram-program Pemerintah, kenyataannya status perangkat desa masih dipandang sebagai aparat rendahan yang bisa diperlakukan semena-mena oleh para atasannya. Kondisi ekonomi perangkat desa pun seringkali pas-pasan. Sudah begitu masih sering tekor pula.



Lebih lanjut dikatakan, perangkat desa tidak layak hanya mendapat imbalan berupa lahan bengkok yang luasnya tidak seberapa. Di daerah yang tanahnya subur saja, hasil panen lahan bengkok itu sering tidak cukup untuk menghidupi keluarga, apalagi di daerah yang tidak subur. ” Kalau kemudian banyak perangkat desa yang tidak mampu menuntaskan tugas-tugasnya, hal itu bisa dimaklumi. Bagaimana bisa kerja dengan baik kalau waktu dan pikirannya terpecah antara menggarap sawah ladang dengan beban tugas pemerintahan ?” kata Trubus Santoso.

Menurut Trubus Santoso, perangkat desa adalah jabatan karir, bukan politis. Karenanya diperlukan perlakuan profesional agar perangkat desa juga bisa bertindak profesional. Wujud dari perlakuan profesional itu adalah mengangkat status perangkat desa sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dengan begitu perangkat desa bisa dijamin loyalitas dan profesionalitasnya. ” Kalau Sekdes bisa jadi PNS, kenapa perangkat desa tidak ? Kan sama kedudukannya dalam pemerintahan desa, sebagai aparat pembantu Kades,” tegas Trubus Santoso.

Menyedihkannya lagi, tambah Trubus Santoso, dalam Undang-undan (UU) yang memuat Pemerintahan Desa, perangkat desa sama sekali disinggung. Trubus Santoso mengaku PPDI telah menyampaikan usulan agar UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah direvisi. PPDI, kata Trubus, menghendaki masalah Pemerintahan Desa dibuat UU sendiri. “Kami sudah bertemu Komisi IX DPR-RI,” kata Trubus Santoso.

Kehadiran PPDI di Tuban sendiri sebenarnya agak terlambat. Organisasi yang didirikan tahun 2005 lalu ini saat ini telah memiliki cabang di 23 Kabupaten yang ada di Jawa Timur. Trubus Santoso mengaku seharusnya kepengurusan PPDI di Tuban sudah terbentuk beberapa tahun lalu. ” Kami sudah sosialisasi tahun 2005 lalu. Tapi nggak ada respon. Baru belakangan ada usulan lagi untuk menindak lanjuti pembentukan pengurus di sini,” jelas Trubus.

Sejumlah perangkat desa yang ditemui kotatuban.com membenarkan bahwa pembentukan pengurus PPDI sempat terkatung-katung. Menurut Nasro, Kepala Urusan Ekonomi dan Keuangan Desa Wangluwetan, lemahnya respon atas kehadiran PPDI lantaran kesejahteraan perangkat desa di Tuban jauh lebih baik dibanding kabupaten lain di Jawa Timur. ” Selain tetap mendapat lahan bengkok, perangkat desa di Tuban juga mendapat tunjangan Rp 700 ribu per bulan,” kata Nasro.
Selain itu, banyak yang belum memahami apa sebenarnya maksud dan tujuan PPDI. Perangkat Desa, kata Nasro, justru merasa rugi apabila mengikuti pemikiran PPDI bahwa statusnya di-PNS-kan. Mereka khawatir pendapatannya justru sangat berkurang lantaran tidak lagi mendapat bengkok. ” Kalau sudah terima gaji bulanan sebagai PNS, kabarnya bengkok mau dicabut, ya seperti para Sekdes itu,” kata Nasro.

Namun setelah dilakukan pendekatan lebih lanjut, akhinya 13 dari 20 Kecamatan menyatakan dukungannya untuk membentuk kepengurusan PPDI Cabang Tuban. Hasil dari musyawarah Panita Persiapan Pembentukan Pengurus PPDI Tuban, akhirnya berhasil membentuk susunan pengurus, dengan Ahmad Kholil, Kaur Pemerintahan Desa Rayung, Kecamatan Senori sebagai Ketua Umumnya.

Ditemui terpisah, Senin (23/7), Ahmad Kholil mengatakan, agenda awal yang bakal dilaksanakan PPDI Tuban adalah mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban melakukan revisi atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11/ 2006. Menurut Ahmad Kholil, ada beberapa pasal dalam Perda tersebut yang tidak sesuai, terutma pasal 14 dan 27. ” Pasal 14, usia perangkat desa dibatasi hingga 56 tahun. Kami usulkan sampai 60 tahun,dan masa baktinya juga tidak terbatas 5 tahun, karena perangkat desa bukan pejabat politis,” jelas Ahmad Kholil.

Sedang pasal 27, lanjutnya, tentang tunjangan yang diberikan kepada perangkat desa, tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72/2005. Dalam PP tersebut besarnya tunjangan perangkat desa minimal sama dengan Upah Minimun Kabupaten (UMK). ” UMK Tuban Rp 965 ribu, lha kami cuma dikasih Rp 700 ribu per bulan,” kata Ahmad Kholil.

0 Komentar:

Posting Komentar