Rabu, 01 Februari 2012

Kades se-Jatim Kritisi RUU Desa Usulan Pemerintah

Kades se Jatim Kritisi RUU Desa Usulan PemerintahSidoarjo - Kepala desa yang tegabung dalam Asosiasi Kepala Desa (AKD) Provinsi Jawa Timur Senin (30/1) berkumpul di Sidoarjo untuk mengkritisi draft Rancangan Undang-undang Desa,. Mereka menilai substansi RUU Desa yang telah diajukan ke DPR RI tidak sesuai dengan aspirasi mereka.

Substansi draft RUU Desa dinilai tidak sesuai aspirasi karena mengurangi hak, fungsi dan wewenang kepala desa. Itu antara lain terlihat dari tidak diakomodasinya usulan agar masa jabatan kepala desa diperpanjang dari 6 tahun menjadi 8 tahun. Selain itu, blockgrant 10 persen dari APBN bagi desa juga tidak muncul dalam draft tersebut.

Ketua AKD Jatim Samari yang juga Kepala Desa Jrebeng Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik ini menjelaskan, pihaknya masih optimis RUU Desa segera disahkan DPR. Saat ini, AKD terus melakukan langkah persuasif yang tak anarkis, seperti melakukan dialog dengan anggota DPR. Namun jika langkah pertama ini tak bisa berjalan dengan baik, pihaknya akan melakukan langkah kedua seperti aksi menekan pemerintah-DPR, atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila UU Desa melenceng jauh dari harapan rakyat.

Diakui Samari ada beberapa tuntutan AKD Jatim yang diabaikan dalam draf RUU Desa yang dibuat pemerintah. Seperti tuntutan massa jabatan kades selama delapan tahun, adanya alokasi dana khusus dari APBN antara 5-10 persen untuk pemerintahan desa, kejelasan tupoksi Kades apakah menjadi pejabat publik atau pejabat birokrasi dan kewenangan mengangkat atau mengusulkan perangkat desa. “Saya kira draf RUU Desa yang dibuat pemerintah jauh dari harapan AKD Jati. Bahkan cenderung sengaja ingin mengebiri kewenangan kepala desa. Karena itu kami sangat berharap Komisi II DPR RI yang diberi tugas membahas RUU itu bisa mengakomodir aspirasi dari AKD, sehingga UU Desa yang disahkan tidak memunculkan persoalan baru di kemudian hari,” pintanya.

Ditegaskan Samari tuntutan adanya alokasi APBN 5-10 persen untuk desa, bertujuan untuk mempercepat laju pembangunan nasional. Alasannya, pemerintahan desa merupakan ujung tombak pembangunan dan semua permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia. Oleh karena itu, desa harus bisa diberdayakan menjadi ujung tombak pembangunan. “Selama ini desa hanya diberi dana dari APBD kabupaten yang jumlahnya sangat sedikit. Kami ingin ada bantuan keuangan khusus dari APBN yang dilewatkan kabupaten/kota atau provinsi,” harapnya.

0 Komentar:

Posting Komentar