Jumat, 10 Februari 2012

Jokowi : Saya Banyak Dapat Ide, Karena Rakyat Gudangnya Ide


Desa Merdeka – Solo : Joko Widodo Walikota Surakarta menjelaskan rencana bisnis mobil Esemka, pembangunan transportasi Solo dan rencana tata ruang 30 tahun ke depan. Jokowi juga menegaskan bahwa pasar tradisional adalah bagian penting kota yang harus dilindungi. “Pasar juga adalah budaya,” kata Jokowi saat ditemui wartawan, Sabtu pagi 4 Februari 2012.

Berikut wawancaranya.
Apa rencana Anda untuk Esemka?
Saya cerita dari awal ya. Solo adalah kota vokasi dengan 59 SMK. Diputuskan membuat mobil karena di solo dan sekitarnya cari komponen apa saja siap. Pelk ada di Klaten, blok mesin ada di Tegal, knalpot ada di Purbalingga, komponen untuk mesin di Solo banyak sekali. Jok, karpet, di Semarang ada.
Ini sudah 5 tahun. Bukan ujug-ujug. Mobilnya tidak langsung baik. Setelah yang ketiga baik, kami langsung pamerkan. di Jakarta tiga kali, di Bandung, Surabaya, Semarang. Di Solo entah berapa kali. Tapi didiamkan saja, tidak ada yang perhatian, tidak ada yang bereaksi. Hingga akhirnya muncul ide memakainya sebagai mobil dinas. Barulah ramai.

Kenapa dipakai sebagai mobil dinas padahal belum ada platnya, belum ada izin?
Untuk saya valuenya bukan di izin, nilai ada di produk ini. Kami usahakan sejak bertahun-tahun tempat pembelajaran ada di SMK, tapi ada wilayah lain yang direncanakan untuk produksi massal. Empat tahun lalu kami siapkan PT Solo Technopark. Satu setengah tahun lalu  kami siapkan PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK).
SMK tempat belajar, sedang bisnisnya di Solo Technopark dan PT SMK. PT SMK didirikan karena untuk uji emisi dan uji laik jalan harus berbadan hukum. Ini yang membuat Esemka berbeda. Yang lain berhenti di pembelajaran saja sedangkan kami siapkan untuk produksi. Tujuan kami adalah mendapat principal mobil Indonesia dengan merk Indonesia.

Model bisnisnya?
Bukan gigantik. Ini kami siapkan bersama Direktorat Pembinaan SMK. Bukan gigantik manufaktur seperti mobil-mobil yang produksi sampai ratusan ribu, bukan.
Yang dimaksud produksi massal disini adalah industri rakyat. Produksi sekitar 200 per bulan, setahun 2000-3000 mobil. Jangan pikir ini akan jadi kompetisi, kami cuma pengen mobil dengan prinsipal indonesia, brand indonesia.

Modalnya berapa?
Kecil, hitung sajalah. Misalnya 300 unit kali Rp 100 juta, Rp 30 miliar. Investasinya kira-kira Rp 55 miliar untuk assembling line, finisihing line, quality control. Berpikir simpel saja. Saya sudah melihat ke pabrik mobil-mobil yang lain seperti Mercy, Hyundai, Proton. Kami tidak seperti itu karena ini industri rakyat.

Mobil ini terjamin kemanannya?
Kemarin saya bertemu Duta Besar Jerman. Kami minta dibantu BMW agar semua bisa dicek dengan baik. Rakitan dicek dengan baik, finishing line dicek dengan baik, quality control  juga dicek dengan baik.
Masa iya kami mau buat mobil kayak buat gerobak. Semuanya sudah dihitung. Nanti ada uji kelayakan, semua diuji. QC line sangat penting. Ya kalau ada yang masih kurang-kurang, kan ini baru lahir satu hari jangan dibandingkan dengan yang sudah ada 40 tahun. Saya marah kalau dibandingkan begitu.
Ada yang melihat-lihat lalu bilang “lho ini kok jelek sih pak”. Wah saya marah kalau begitu. Tapi lain kalau ada yang bilang, wah ini diperbaiki pak finishingnya, dempulnya ditambah. Kalau memberi saran, saya catat untuk nanti dperbaiki

Kapan?
Nanti tunggu uji kelayakan, emisi. Jadi saya belum produksi sekarang. Iya kalau dapet izin, kalau nggak?

Modalnya sudah ada?
Uang segitu cari gampang. Investor lokal saja cukup.

Banyak yang pakai Esemka buat pencitraan?
Ya nggak apa, tujuan saya mobil saya terpromosikan. Malah bagus, berarti saya sukses sebagai brand  ambassador. (tertawa)

Tidak khawatir Solo jadi penuh mobil seperti Jakarta?
Banyak yang tanya begitu di twitter. Tidaklah, kami kan hanya produksi sedikit. Kenapa yang dikhawatirkan SMK bukan yang lain yang produksinya ratusan ribu. Tapi memang akan kami pakai dulu di Solo. Penjualan perdana 200 atau seribu di Solo, lalu melebar ke Solo Raya dengan pasar 7 juta penduduk. Jadi menghandlenya kalau ada apa-apa lebih mudah. Sambil mempersiapkan dealer, persiapan afterservice, bengkel-bengkel.

Dalam skala produksi, dimana peran murid SMK?
Jadi Solo Technopark itu jadi tempat training anak-anak yang telah lulus SMK. Tapi memang yang jadi manager nanti memang orang yang sudah berpengalaman, jebolan manufaktur besar. Bukan saya, saya kan tahunya kayu.

Tren di kota-kota, warga tergantung ke kendaraan pribadi. Bagaimana kondisi transportasi umum di Solo?
Setiap kota harus menyiapkan transportasi massal. Kita di Solo sudah kerjasama dengan CDIA (Cities Development Inisiatives for Asia) untuk menyiapkan manajemen transportasi 30 tahun ke depan.
Konsepnya adalah move people not car. Menggerakkan orangnya bukan mobilnya. Di Solo parkiran untuk mobil dan motor sudah dikurangi, dan mendorong orang untuk naik sepeda dan jalan kaki. Yang diperlebar dan diperbanyak trotoar dan citywalk. Bukan tempat parkir di tengah kota. Itu yang menyebabklan macet.
Menambah fasilitas untuk mobil dan motor akan membuat orang berbondong-bondong naik mobil dan motor. Dulu kami hampir membuat gedung parkir bertingkat di tengah kota tapi batal. Kami juga anti tol dalam kota. Di beberapa kota di Jepang dan Korea, tol dalam kota justru diruntuhkan karena itu memberikan fasilitas bagi mobil untuk datang ke sebuah tempat secara bersama-sama dengan cepat. Jadilah macet.

Pajak parkir juga harus dimahalkan untuk mobil. Kami lakukan di Solo, pertama orang protes. Tapi kami terapkan tarif yang beda-beda.

Transportasi umumnya?
Sekarang ada Batik Solo Bus. Kami berencana membuat Rail Bus tapi masih ada masalah sehingga sampai sekarang belum jalan. Ini trem di atas jalan kereta yang sudah ada di tengah kota, dengan nambah rel baru 3 kilo.

Bagaimana dengan pembangunan Mal di dalam kota, misalnya kasus Saripetojo?
Jika ada yang mengajukan izin untuk mal, saya akan jawab: tidak. Karena di Solo sudah ada 14 mal ajukan izin. Saya cuma berikan izin satu, yang 14 nggak. Saya harus konsisten.

Sekarang ada 3 mal di solo. Ada 8 hipermarket minta izin, saya izinkan satu. 180 minimarket minta izin, saya izinkan 12. Saya tidak mau juga dicap anti investasi.

Ada yang ngeyel membangun minimarket tanpa izin? Di jakarta saja banyak minimarket tanpa izin.
Ah tidak berani dong. Jangankan swasta, yang propinsi aja nggak saya kasih izin kok (tertawa). Aturan jangan kalah dengan uang, itu saja.

Ada yang memaksa, atau mencoba menyuap?
Ada dong. Tapi saya bilang, jangan sekarang. Solo belum siap, mungkin tahun depan. Tahun depan mereka datang lagi, saya bilang lagi , jangan sekarang ya, tahun depan. Gitu terus masa ndak kerasa.

Meskipun begitu, Bank Dunia menyatakan Solo masuk 3 besar kota terbaik untuk bisnis. Kesan seperti inilah yang harus dibangun, bukan anti mol, minimarket dan hipermarket. Tanpa itu kan bisa bikin restoran, yang mendukung solo sebagai kota budaya dan pariwisata. Bisa bikin hotel, butik hotel, hotel heritage.

Hiburan boleh masuk. Trans Studio mau masuk, Jurug mau dijadikan hiburan rakyat yang baik, silakan. Mau bikin opera house di Solo, silakan. Semua hal yang mendukung solo sebagai kota yang berbasis budaya.

Jika mal dibatasi, apa gantinya?
Lihat kota yang lain, paling 5 tahun bangun satu pasar. Kami dalam 5 tahun sudah bangun 17 pasar. Pasar bersih, nggak becek, nggak bau. Pedagangnya ditraining cara melayani pembeli, cara menata dagangan, mengucapkan selamat pagi “good morning” itu seperti apa, membuat catatan keuangan sederhana.

Pasar itu juga tradisi, budaya. Ada interaksi penjual pembeli, ada saling menyapa, nggak seperti mol. Pasar tradisional kan showroomnya petani, showroom nelayan, pengrajin tempe tahu. Dimana showroom mereka? Ya disitu. Sayur, beras, buah buahan ya disitu. Kalau pasar nggak dibenahi, produk mereka akan kemana?

Apa latar belakang pengambilan keputusan ini?
Untuk menentukan kota mau dibawa ke mana, harus mendengarkan rakyat. Kami ada rembug kota, 3500 orang untuk beri masukan dan kritikan akan kebijakan kota. Ada juga rembug warga di setiap kecamatan berisi 800-1000 orang. Semua bebas ngomong, tterserah sampai rampung. Pertama kali saya bikin ini 7 tahun lalu, isinya orang marah-marah. Mendengarnya sampai tak kuat. Tahun kedua, sudah mulai cair, karena mulai ada perubahan. Tinggal 30 persen yang marah-marah. Tahun ketiga sudah hilang. Isinya yang produktif untuk kota, ide-ide kreatif untuk memajukan kota. Saya banyak dapat ide, karena rakyat gudangnya ide. Maka jangan di kantor! Rakyat itu gudangnya gagasan, jangan sok pinter pemimpin itu. Kita cuma ekskutor
Saya banyak dapat ide, karena rakyat gudangnya ide. Maka jangan di kantor! Rakyat itu gudangnya gagasan, jangan sok pinter pemimpin itu.

Juga dari media sosial?
Iya di twitter, facebook, di kaskus tapi id-nya rahasia. (tertawa) Banyak sekali ide dan gagasan, ada juga yang marah. Penting sekali, mendengar suara akar rumput. Kalau tidak, bisa kleru kita nanti. Rakyat pengen ke utara kita bawa ke selatan. Kalau ada 100 rakyat, pengen ke utara 90, dan ke selatan 10 maka 90 lah. Nggak mungkin bisa menyenangkan semuanya.

Dari mana Anda belajar menata kota?
Saya bekerja selama 23 tahun dari kota ke kota, negara ke negara. Dari kota kecil-kecil di Eropa Timur, Rusia, sampai Cina paling ujung di dekat Tibet. Saya lihat penataan kota seperti apa.

Menurut  penelitian, tahun 2025 70 persen orang akan tinggal di kota. Bagaimana menyiapkan itu?
Tata ruang  harus dibetulkan, secara konsisten. Harus ada blueprint untuk konsistensi. Ruang hijau dipenuhi, konsisten. Cityplan Solo sudah ada untuk 30 tahun dengan tujuan menjadi eco cultural city. Ada ekonomi ada budayanya. Paling penting, jangan sampai peraturan bisa dibeli dengan amplop.

0 Komentar:

Posting Komentar