( sosialnews.com ) - Ada gula ada semut, ada permintaan ada persediaan, ada Tuhan ada setan, begitu juga geliat prostitusi dan hiburan malam di Kabupaten Tuban, sang mucikari dan anak perinya pontang-panting diobrak-abrik operasi, akhirnya mucikari pada gulung tikar namun para bos karaoke maju tak gentar. Selasa (05/06).
Seribu kali operasi dilakukan penyelenggara pemerintahan atas dasar ketertiban dan kemaksiatan, melibatkan berbagai sector dan Satpol PP sebagai liding sektornya. Namun lagi-lagi itu tidak menuntaskan masalah penyakit masyarakat berupa prostitusi, narkoba dan minuman keras, tiga komponen yang terhubung benang merah tersebut akan tambah runyam yang di perlakukan beda oleh aparat.
Dalam hal penuntasan prostitusi aparat main babat tanpa melihat, sehingga banyak mucikari dan PSK menjadi sekarat. dilihat setelah keluar dari Kota Babat sampai pada Kecamatan Bancar di ujung barat. Aroma prostitusi juga meluber hampir di seluruh wilayah kota kecamatan ada, yang berkoloni dalam jumlah besar yang sering disebut komplek pelacuran ada yang bergerombol beberapa rumah saja dengan kegiatan terselubung warung makan atau minum yang biasa degan sebutan warung remang remang. Untuk pola-pola seperti ini sering dilakukan operasi rutin atau mendadak oleh petugas pemerintah daerah, sehingga banyak para mucikari dan PSKnya di gelandang untuk diproses selanjutnya, baik berupa pembinaan maupun tindakan melawan hukum sebagai perbuatan asusila. Hal ini yang membuat para mucikari lama-kelamaan gulung tikar/bangkrut.
Pemandangan berbeda dapat dijumpai di pusat-pusat rumah hiburan yang biasa di sebut karaoke, kegiatan usaha hiburan malam yang dibungkus dengan mendendangkan lagu-lagu tersebut, juga menyediakan jasa wanita pemandu tamu/pengunjung, yang rawan akan kegiatan menjurus ke arah prostitusi, peredaran narkoba dan sajian minuman keras. Rumah-rumah hiburan dapat dijumpai dari timur Kabupaten Tuban dari Desa Mrutuk dan Pakis sampai pada barat kota tepatnya Desa Sugihwaras yang terkenal dengan julukan Ndasin, rumah hiburan karaoke berjumlah puluhan tersebut mempekerjakan wanita pendamping, yang biasa disebut purel sampai menembus angka ratusan, yang datang dari hampir beberapa kota di jawa. Hal ini terus menjamur seiring dengan para pekerja pendatang maupun para masyarakat pencari hiburan malam.
Dari pola atau model sajian hampir sama dengan para mucikari dengan PSKnya, namun aktifitas rumah hiburan yang biasanya dimiliki seseorang yang biasanya di sebut Bos karaoke, seolah tak tersentuh oleh operasi penyakit masyarakat secara maksimal sehingga para Bos-bos karaoke tetap tegar maju tak gentar. “Tetap saja beraktivitas rumah karaoke itu, meski kadang ada opersi dilakukan, karena bayar pajaknya mahal mas,“ ujar salah seorang yang tidak mau disebutkan identitasnya disekitar lokasi hiburan di salah satu malam barat Kota Tuban pada Kamis (31-05) malam.
Kenapa fenomena itu terjadi ?
Dari penelusuran sosialnews.com ada beberapa indikasi diantaranya: rumah hiburan malam karaoke sering digunakan untuk melepas penat dari rutinitas pekerja, tempat pilihan untuk melakukan persamuan/entertaince kolega usaha atau lainya, terindikasi ada oknum orang kuat yang berada di belakangnya secara tidak langsung, adanya fasilitas free room bagi seseorang atau kelompok karena jabatan dan profesinya /konflik interest, dan masih banyak indikasi lain.
Dari penelusuran sosialnews.com ada beberapa indikasi diantaranya: rumah hiburan malam karaoke sering digunakan untuk melepas penat dari rutinitas pekerja, tempat pilihan untuk melakukan persamuan/entertaince kolega usaha atau lainya, terindikasi ada oknum orang kuat yang berada di belakangnya secara tidak langsung, adanya fasilitas free room bagi seseorang atau kelompok karena jabatan dan profesinya /konflik interest, dan masih banyak indikasi lain.
0 Komentar:
Posting Komentar