Langen Tayub |
Kesenian Langen Tayub sudah sangat melekat pada keseharian orang Jawa, sehingga menjadi tradisi turun temurun dalam momen-momen tertentu yang tidak bisa ditinggalkan, karena diyakini dengan mengadakan pagelaran Langen Tayub akan membawa berkah tersendiri bagi masyarakat petani .
Gerak tari dan suara dengan diiringi gamelan lengkap laras pelog, slendro yang dimainkan oleh nayoko (panjak) membuahkan suara yang khas, menjadikan budaya Langen Tayub ini turun temurun selalu banyak peminatnya. Taslim (56) warga Desa Kapu memaparkan, “Rasane ayem mas ngrunggokno gending-gending jowo seng dinyayekno poro sindir.”
Seni Tayub merupakan Seni Gambyong Istana. Namun pada perkembanganya kesenian Langen Tayub menjadi sebuah Kebudayaan Warga Tuban. Cipwanto (29) Perangkat Desa Sugihan Kecamatan Merakurak menjelaskan, 2 kali dalam setahun masyarakat Desa Sugihan selalu mengadakan acara dengan hiburan Langen Tayub, pertama di saat padi sedang berisi disebut koleman dan yang kedua setelah panen. Warga setempat menyebut manganan yang dipusatkan di Sumur Wali sebutan tempat keramat Desa Sugihan. Tradisi ini sudah turun temurun sejak lama, karena diyakini apabila ditinggalkan akan terjadi musibah dan bencana bagi masyarakat Sugihan.
Disamping pada saat momen-momen tertentu seperti sedekah bumi, kesenian Langen Tayub juga sering diadakan dalam rangka hajatan sunatan atau pernikahan. Untuk setiap satu pertunjukan tarif untuk satu sindir (waranggono) dengan yang lainya tidak sama, tarif pewaranggono tergantung senioritas dan ketenaran waranggono itu sendiri.
Wantikah (42) salah satu waranggono kenamaan asal Desa Wolutengah Kecamatan Kerek, sekali main tarifnya mencapai Rp. 3,5 juta untuk wilayah Kabupaten Tuban. Namun, jika tanggapan di luar kota tarifnya mencapai Rp.4 juta semalam. Rustam (38) warga Dsn. Bororejo Desa Kapu Kecamatan Merakurak menegaskan, “Minimal biaya yang dikeluarkan 10 juta, kalau ingin mengadakan pertunjukan Langen Tayub, itupun kalau waranggononya yang biasa, tapi kalau waranggono yang kenamaan tidak cukup.
Biaya yang mahal dari tahun-ketahun, membuat pagelaran kesenian Langen Tayub di Tuban sangat jarang diadakan, sehingga dikhawatirkan akan punah. Ditambah menjadi penari tayub tidaklah mudah seperti yang dibayangkan, selain harus mendalami berbagai macam gending juga keluwesan dalam menari. Wantikah (42) yang mengaku pertama kali menjajaki dunia langen tayub pada 1990 lalu mengatakan, “Untuk menjadi waranggono harus benar-benar menguasai bermacam-macam Gending Jawa dan lagu-lagu yang lagi ngetren pada zaman sekarang, karena sering diminta oleh para pemuda penyuka Langen Tayub, dan ditambah harus trampil dalam menari.
Di Kabupaten Tuban kata Edi Sukirno salah satu Kasi di Dinas Pariwisata Tuban mengatakan, “Untuk sementara waranggono yang telah terdaftar kurang lebih 109 orang. Harapan wantikah, terhadap Pemerintah terutama Dinas Pariwisata agar tetap melestarikan semua seni tradisional yang ada di Tuban, termasuk Langen Tayub yang sudah menjadi simbol Kota Tuban. Selain itu, diharapkan Pemkab Tuban memfasilitasi dengan memberikan wadah untuk mengapreasikan bakat seni para seniman di Tuban.
0 Komentar:
Posting Komentar