Jakarta : Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), meminta gaji kepala desa di seluruh Indonesia, bisa disamaratakan dan diatur dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Desa yang sementara digodok di DPR.
Permintaan tersebut diutarakan Ketua Umum Apdesi, Sindawa Tarang, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pansus RUU Desa yang digelar di Nusantara II DPR RI, Kamis, 24 Mei. RDP tersebut dipimpin Ketua Pansus, Ahmad Muqowam, Budiman Sujatmiko, serta Ibnu Munzir. Selain Apdesi, juga turut hadir Ketua Umum Parade Nusantara, Sudir Santoso, Ketua Umum Relawan Pemberdayaan Desa, Suryokoco, serta Ketua Umum Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), Ubaidi Rosjidi.
Pada kesempatan tersebut, Sindawa menuturkan, selama ini, gaji kepala desa tidak merata. Ada kepala desa yang bergaji Rp450 ribu, sementara kepala desa tetangganya ada yang bergaji Rp2,5 juta, bahkan ada bergaji Rp3 juta. Ini sebut Sindawa, akan mengakibatkan kecemburuan sosial.
Selain itu, Sekdes selama ini diangkat jadi PNS atas perjuangan kepala desa, sehingga selain gaji juga memiliki tunjangan yang lebih tinggi dari kepala desa, yang notabene adalah atasannya. “Jadi wajar, jika kami meminta gaji kepala desa naik dan diratakan. Sekdes yang berada di bawah kepala desa, tapi realitanya, gaji dan tunjangan mereka lebih tinggi. Masa depan, dan kesejahteraan mereka, juga jauh lebih terjamin,” tuturnya.
Pria asal Takalar ini menambahkan, ketika masa jabatan kepala desa habis, jangankan dana purnabakti, kertas selembar pun sebagai ucapan terima kasih juga tidak pernah mereka dapatkan. Ironi lainnya lanjut Sindawa, selama ini tidak akan ada layanan pengobatan gratis di rumah sakit tanpa ada surat keterangan miskin dari kepala desa. Tapi, ketika kepala desa yang sakit, atau istrinya atau anaknya, mereka justru menjual harta miliknya, menggadaikan apa yang dia punya untyuk berobat ke rumah sakit. “Satu-satunya aparat di negeri ini yang belum mendapatkan layanan kesehatan, hanyalah kepala desa,” jelasnya.
Sementara Ketua Parade Nusantara, Sudiro Santoso, menyoroti kurangnya kewenangan kepala desa sebagai ujung tombak pemerintahan. Mereka sebut Sudiro, hanya kaya akan kewajiban, tapi miskin akan hak. “Sekarang ini, 78 persen sumber mata air di pedesaan, dikuasai PT Danone dari Perancis. Tapi kami tidak berdaya untuk menolak, karena tidak memiliki kewenangan. Sehingga rakyat harus rela, air yang keluar dari tanah air mereka, harus mereka beli kembali dari Perancis,” tegas Sudiro.
Ketua Pansus, Ahmad Muqowam, mengaku akan memperhatikan masukan dari organisasi yang menghimpun para aparat desa tersebut. Masukan-masukan aparat pemerintahan desa, akan diakomodir di dalam RUU Desa yang sementara mereka godok.
0 Komentar:
Posting Komentar