Hari Suwandi berjalan kaki meninggalkan Gresik untuk melanjutkan langkah ke Jakarta, menuntut pelunasan ganti rugi korban lumpur Lapindo, dikawal Harto Wiyono yang bersepeda motor.
Keringatnya mengucur deras dan napasnya sedikit tersengal.Debu tebal terlibat menghiasi kedua kakinya yang hanya beralas sandal jepit tipis berwarna biru.Kaos warna cokelat yang dipakaipun basah kuyup. Namun bapak empat putera terlihat tetap tegar. Begitulah gambaran sosok Hari Suwandi,44,korban lumpur Lapindo asal Desa Kedungbendo, KecamatanTanggulangin, Sidoarjo,sesampainya di Gresik,Kamis (14/6) malam,setelah sehari berjalan kaki kemarin.
Hari akan berjalan kaki sejauh 827 kilometer ke Jakarta untuk menuntut pelunasan pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo. Setelah mengucapkan salam, wajah Hari yang menampakkan gurat lelah,masih berusaha mengembangkan senyum.“Kamar mandinya mana?”tanya Suwandi kepada salah satu wartawan begitu masuk Balai Wartawan Gresik,kemarin. Siang itu Hari dikawal Harto Wiyono,42,warga Desa Jatirejo,Kecamatan Porong, Sidoarjo.
Harto yang juga teman seperjuangan Hari mengawal dengan mengendarai motor berpelat putih. Pada motor yang baru dikredit itu,diikatkan dua tiang bendera Merah Putih.Di kedua bendera dipampang poster bertuliskan,6 Tahun Lumpur Panas Lapindo.Korban Lapindo Perpres 14/2007 Menuntut dan Mencari Keadilan Penyelesaian Hak-Hak Jalan Kaki Porong-Jakarta. Lelah setelah seharian penuh berjalan,Hari pun langsung terlelap di lantai balai wartawan.Makanan dan minuman yang disajikan wartawan pun tak tersentuh.
Dia malah menyediakan tubuhnya untuk menjadi santapan nyamuk.“Mas Hari kelelahan, makanya langsung tidur.Baru besok,mungkin dia bisa bercerita,”ujar Harto yang terlihat masih segar bugar. Tak terasa,suara ayam berkokok menyambut mentari pagi yang mulai mnampakkan diri.Hari Suwandi yang lelap akhirnya terbangun.
Dia segera mandi dan bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Namun lagi-lagi Hari tidak mau menyempatkan diri sarapan.“Saya harus melanjutkan perjalanan. Karena perjalanan masih jauh,”jawabnya saat melayani pertanyaan wartawan yang sejak pagi menunggunya. Duduk bersantai sambil mengisap rokok,Hari pun menceritakan pengalamannya pada hari pertama berjalan kaki dari Porong hingga masuk wilayah Gresik.Awalnya sepanjang wilayah Sidoarjo dirinya masih santai dan tenang.
Semuanya berjalan lancar dan tidak ada indikasi apapun. Namun,memasuki wilayah Surabaya, pria berkulit sawo matang itu mulai mendapati hal-hal yang aneh dan munculnya secara tiba-tiba.Di antaranya,sepanjang Jalan A Yani Surabaya dirinya sempat melihat orang yang tiba-tiba berjalan di belakangnya dan mengikutinya.Namun tibatiba menghilang tidak diketahui rimbanya. “Saya tidak menolak bila hal itu disebut intimidasi.
Tetapi,saya tidak takut karena saya ingin memperjuangkan para korban Lumpur lapindo yang masih ada 4.426 berkas yang belum terselesaikan. Padahal masalahnya sejak enam tahun lalu,”ujarnya. Perjuangan suami Sribati itu patut diapresiasi.Hanya berbekal 100 keping CD yang berisi awal terjadinya seburan lumpur Lapindo,dia tak gentar berjalan kaki ke Ibu Kota.“Saya tidak berbekal apapun.Kecuali bondo nekat. Sepanjang perjalanan untuk makan dan minum saya akan menjual 100 keping CD lumpur Lapindo,”kata Hari Suwandi.
Hari mengakui,dia termasuk korban yang telah mendapatnya ganti rugi lebih dari 60%.Dari total aset senilai Rp400 juta,yang belum terbayar tinggal Rp89 juta. Lahan milik orang tuanya pun sama.Namun yang membuatnya habis kesabaran yaitu fakta bahwa dia dan ratusan korban lain sudah menunggu pelunasan selama enam tahun. “Ironisnya,ada sembilan desa terdampak yang di luar peta sudah direalisasikan. Tetapi kami dan ribuan warga yang masuk dalam peta desa terdampak belum tuntas.
Mereka yang dibayar lunas pun menggunakan uang APBN.Berarti saya kanikut membayar juga,”katanya. Di Jakarta,Hari Suwandi akan menuju Bundaran Hotel Indonesia,Istana Negara, Gedung DPR,Kantor Kementrian Pekerjaan Umun dan tak lupa Wisma Bakrie.Hari menegaskan tetap bertahan di Jakarta hingga memperoleh kepastian ganti rugi seluruh korban lumpur dilunasi.Untuk keamanan selama perjalanan, Hari juga mengganti nomer teleponnya,dan hanya orang tertentu yang tahu nomor tersebut.Dari Gresik Hari Suwandi akan melanjutkan perjalanan dan bermalam di Balai Wartawan Tuban.
0 Komentar:
Posting Komentar