Dosen Program S2 Politik Lokal dan Otonomi
Daerah UGM. Ari Dwipayana, pada RUU pemerintah terdapat
ketidaksambungan substansi dalam naskah akademik karena berbagai argumen yang
dipaparkan di naskah akademik tidak diturunkan dalam rumusan pasal-pasal dalam
UU tersebut. Selain itu, RUU versi Pemerintah tidak memiliki visi, bahkan malah
“membunuh desa”. “Hal ini bisa dilihat dari tidak adanya terobosan terhadap problematika
pemerintahan di desa dan juga pembangunan desa yang tanpa aset dan akses”,
papar dosen UGM ini, Selasa (24/01/2012).
Dalam kesempatan yang sama Sutoro Eko
berpendapat bahwa, “RUU Desa versi pemerintah ini mengalami kemunduran. Hal
tersebut karena substansi RUU Desa tampak tidak sepadan dengan suara otonomi
desa yang telah membahana di seluruh pelosok negeri”, jelas Eko membuka
argumennya. Di dalam pembahasannya, ia menjelaskan cara memandang desa dari
beberapa sisi seperti halnya sisi administratif, sisi dimana desa merupakan
kepanjangan tangan negara, atau disebut sebagai desa korporatis. “RUU desa
versi pemerintah sangat kuat dipengaruhi oleh cara pandang korporatis ini”,
tambahnya.
Bertempat di Kompleks Parlemen Senayan
Jakarta, tim pakar lainnya yaitu B. Hestu CH dan Robert Endi Jaweng (Manajer
Hubungan Eksternal KPPOD) memaparkan pokok-pokok permasalahan pengaturan desa
yang seharusnya bisa teratasi dengan adanya RUU Desa ini. Dengan berbagai kekurangan dan
ketidakjelasan RUU Desa versi pemerintah, sudah jelaslah penolakan yang
akan didapat. Untuk itu, DPD RI perlu mendesak DPR RI terutama Komisi II untuk
membuka diri dan menyerap berbagai kritik yang muncul atas draft RUU
pemerintah.
0 Komentar:
Posting Komentar